Monday, September 21, 2015

Pasar Modal Kita di tengah Ketidakpastian Global




Sejak awal Juni 2015 IHSG telah berada di bawah level psikologis 5.000, melanjutkan penurunan tajam di akhir April 2015. Sejak awal tahun hingga akhir Juni 2015, sebanyak 62% hari perdagangan diwarnai oleh net sell investor asing, meskipun secara kumulatif investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp3,74 triliun. Namun nilai ini sangat kontras dibandingkan dengan nilai kumulatif net buy investor asing sebesar Rp44,1 triliun di periode yang sama di tahun 2014.

Dalam empat bulan terakhir, dapat dikatakan pasar modal kita mengalami peningkatan tingkat volatilitas yang cukup tajam. Kondisi ini disebabkan oleh pasar keuangan dunia yang sedang mengalami goncangan besar terutama terkait dengan fenomena krisis Yunani dan krisis pasar modal Cina. Kedua krisis ini terjadi di masa ketidakpastian kenaikan suku bunga bank sentral AS masih terus membayangi pasar keuangan global.

Trisula kondisi ekonomi global yang tidak menyehatkan

Menyikapi krisis keuangan global tahun 2007/2008, sistem ekonomi dan keuangan global terus berada dalam rezim suku bunga yang sangat rendah. Hal ini kemudian berkembang menjadi trisula kondisi ekonomi global yang tidak menyehatkan, yaitu suku bunga yang sangat rendah, utang di berbagai negara yang berlebihan, dan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Diperkuat dengan jatuhnya harga minyak, trisula kondisi ekonomi global saat ini berdampak pada semakin meningkatnya ketidakstabilan ekonomi dan keuangan global.

Dalam situasi yang seperti ini, peran bank sentral di seluruh dunia semakin mendominasi di dalam sistem ekonomi dan keuangan. Di sisi lain, peran pemerintah dan lembaga lainnya di berbagai negara semakin tenggelam terutama untuk mendorong kebijakan fiskal yang sehat dan perubahan fundamental ekonomi di berbagai negara. Dengan semakin dekatnya kenaikan suku bunga bank sentral AS, tidak kurang dari 29 bank sentral di dunia telah melonggarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan atau menangkal terjadinya deflasi, berdasarkan data Bank for International Settlements.

Ancaman krisis Yunani dan pasar modal Cina

Kegagalan Yunani membayar utangnya yang jatuh tempo dan buruknya negosiasi yang dilakukan kepada para kreditornya (bank sentral Eropa, IMF, dan Komisi Eropa) – juga disebut Troika –  telah memperbesar kemungkinan Yunani keluar dari zona Eropa. Di masa ketika Yunani belum mencapai kesepakatan dengan Troika, pasar keuangan global mengalami gejolak dan ketakutan akan dampaknya menyebar dengan luas ke berbagai pasar keuangan global. Pada waktu itu yield obligasi berbagai negara meningkat dengan tajam dan indeks saham di berbagai pasar modal dunia juga mengalami penurunan yang drastis dalam waktu singkat. 

Meskipun saat ini Yunani telah mencapai kesepakatan dengan para kreditornya, bagaimana penyelesaian krisis Yunani menjadi sangat vital bagi keutuhan zona Eropa dan juga akan menjadi acuan bagi negara-negara lain dalam penyelesaian permasalahan utangnya ketika berada dalam posisi Yunani. Oleh karenanya risiko krisis Yunani masih akan membayangi, penyebarannya terutama melalui Spanyol dan Italia, dua negara yang paling rentan terpapar krisis ini.

Di tempat lain, pasar modal Cina dianggap telah mengalami bubble dan kemudian nilai asetnya menurun dengan tajam dalam waktu yang singkat. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Cina telah melakukan berbagai langkah antisipasi. Tetapi, di balik kondisi ini terdapat risiko yang dapat mengancam perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina lebih dalam. Apa yang terjadi di pasar modal Cina dikhawatirkan akan mendorong Cina untuk mengalami hard landing dalam ekonominya. Krisis saat ini menambah permasalahan ekonomi Cina menjadi semakin kompleks, setelah sebelumnya mengalami buble di pasar properti dan penyaluran kredit yang berlebihan di sektor tambang.

Perkembangan domestik yang lamban

Perkembangan ekonomi domestik masih belum banyak memberikan sentimen positif bagi pasar modal. Pemerintahan saat ini memang patut dipuji telah memiliki niat untuk mempercepat pembangunan berbagai infrastruktur vital, tetapi realisasi belanja negara yang lemah dan ketidakefektifan pemerintahan membuat program pembangunan berjalan begitu lambat. Harga-harga komoditas dan Rupiah pun masih terus tertekan sehingga membawa ekonomi kita berjalan dalam perlambatan.

Dengan berbagai kondisi global yang masih belum menguntungkan serta perlambatan ekonomi domestik, kami menilai IHSG masih akan cenderung tertekan sebelum adanya sentimen positif dari dalam negeri. Peran pemerintah dalam perbaikan ekonomi menjadi sangat vital, selain peran bank sentral dan Otoritas Jasa Keuangan yang juga perlu melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan. Kami berharap, semoga pemerintah dapat melakukan terobosan dalam hal kebijakan fiskal dan juga mempercepat realisasi berbagai program pembangunannya.


Guntur Tri Hariyanto, CSA, CRP
PEFINDO Newsletter, Agustus 2015 

Thursday, March 26, 2015

Antisipasi Kenaikan Fed Rate




Belakangan ini, terjadi peningkatan volatilitas di pasar modal Indonesia terutama dipicu oleh semakin dekatnya kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuannya. Hal tersebut memberikan kekhawatiran akan keluarnya investasi asing dari pasar modal Indonesia, sehingga akan menurunkan nilai dan kapitalisasi saham. Bagaimana sebenarnya kondisi pasar modal kita dan bagaimana kita menyikapi kemungkinan kenaikan Fed rate?

Pasar modal Indonesia masih masuk dalam kategori emerging market. Hal ini terutama ekonomi Indonesia masih masuk dalam kategori berpendatan rendah dan kapitalisasi pasar modal Indonesia terhadap PDB juga masih rendah (sekitar 50%). Hal ini menunjukkan realitas mengenai tingkat pengetahuan keuangan atau financial literacy dan pemanfaatan produk keuangan di negara ini yang masih rendah. Bahkan jumlah investor di pasar modal pun masih sangat rendah, masih jauh di basah rasio 1% penduduk.

Dengan kondisi tersebut di atas, nilai investasi investor domestik ke pasar menjadi kurang kompetitif terhadap porsi investasi asing. Diperkirakan kepemilikan aset investor asing di pasar modal domestik mencapai sekitar 60%, meskipun dalam kegiatan transaksi perdagangan, investor domestik masih lebih menguasai. Besarnya porsi kepemilikan aset oleh asing membuat pasar modal kita menjadi lebih sensitif terhadap perkembangan pasar keuangan global. Terlebih apabila dana yang masuk bersifat hot money, atau uang yang sifatnya bukan untuk investasi jangka panjang.

 Untuk meningkatkan kepercayaan investor asing di pasar modal maupun meningkatkan daya tahan pasar modal kita salah satu caranya adalah meningkatkan kualitas transparansi dan governance pasar modal maupun para emiten yang ada. Selain itu pemberian insentif terutama terkait biaya transaksi dan biaya lainnya sehingga dapat menarik investor. Dalam hal ini, peran BEI selaku pengelola pasar modal yang menjadi harapan.

Di sisi lain, perkembangan ekonomi makro Indonesia juga berpengaruh untuk menarik investor berinvestasi di pasar modal. Oleh karenanya pembenahan struktur ekonomi dan faktor-faktor kritis lainnya yang mengarahkan pembangunan lebih berkualitas akan sangat berpengaruh pada prospek para emiten. Untuk hal ini, terutama peran pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia akan sangat krusial, tanpa menghilang peran penting lembaga lainnya. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan akan sangat diperhatikan oleh para investor asing untuk mengukur tingkat keamanan investasi mereka dan juga potensi return yang akan diperolah.

Sehubungan kemungkinan kenaikan Fed rate, yang bisa dilakukan adalah terus memperbaiki struktur ekonomi dan peningkatan kualitas pembangunan. Kita bisa berkaca pada Filipina yang memperoleh pertumbuhan investasi asing yang tinggi karena daya tarik pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan perbaikan fundamental ekonominya. Tahun lalu pasar modal Filipina berkinerja terbaik ketiga secara global setelah Tiongkok dan India, dan juga nilai investasi asing langsung mengalami kenaikan sebesar 66%.

Patut disyukuri bahwa baru-baru ini Indonesia sudah dikeluarkan dari kelompok fragile five oleh Morgan Stanley. Fragile five adalah lima negara ekonomi berkembang utama yang dianggap memiliki kerentanan yang tinggi dalam hal fluktuasi mata uangnya. Dikeluarkannya Indonesia karena dianggap telah melakukan reformasi yang cukup yang salah satunya adalah penghapusan subsidi bahan bakar premium dan target defisit anggaran hingga 1,9%.

Meski demikian, pekerjaan rumah kita masih banyak. Defisit transaksi berjalan Indonesia masih dikisaran 3%, kemampuan ekspor di luar komoditas masih lemah, berbagai infrastruktur vital masih banyak belum terbangun. Belum lagi apabila kita bicara tentang pemberdayaan aparatur negara dan pemberantasan korupsi yang masih terus terseok-seok. Namun tentunya, optimisme harus terus dijaga dan upaya perbaikan-pembenahan di berbagai segi terus dilanjutkan.
 

Monday, March 23, 2015

Menanggapi Paket Kebijakan Pemerintah untuk Menanggulangi Pelemahan Rupiah



 
Beberapa waktu yang lalu pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan sebagai upaya untuk meredam pelemahan Rupiah yang berkelanjutan. Menurut pandangan penulis, paket kebijakan tersebut cukup menyentuh permasalahan dasar perekonomian kita. Karena memang, bila bicara mengenai fluktuasi Rupiah, kita tidak bisa bicara hanya dari sisi moneter atau dari kebijakan dan intervensi Bank Indonesia saja.

Pelemahan Rupiah saat ini lebih banyak dipicu oleh fundamental ekonomi kita yang masih lemah, ditengah permintaan ekonomi global yang menurun serts di sisi lain, daya saing ekonomi AS terus menguat. Defisit neraca berjalan kita masih cukup besar. Meski telah mengalami surplus perdagangan, namun ekspor kita justru melemah, yang artinya tidak dapat memanfaatkan pelemahan Rupiah.

Berikut ini adalah beberapa catatan penulis terhadap paket kebijakan pemerintah yang telah diumumkan.

Kebijakan insentif pajak bagi perusahaan asing yang menahan dividen dan melakukan reinvestasi, selain akan membantu menahan keluarnya dollar tetapi juga mendorong realisasi investasi asing dan perluasan investasi di dalam negeri. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah insentif pajak yang diberikan cukup menarik bagi perusahaan asing tersebut. Bila tidak, bisa jadi kebijakan ini tidak akan efektif. Terlebih proses realisasi investasi di Indonesia masih banyak kendala yang perlu dibenahi, meski pemerintah sudah punya pelayanan terpadu satu pintu.

Sementara kebijakan insentif bagi industri galangan kapal dan produk pertanian, hal ini terkait dengan fokus pemerintah saat ini untuk mendorong kedua industri tersebut. Namun efektifitas kebijakan ini akan terasa apabila dibarengi dengan langkah pembenahan industri-industri tersebut, dan hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat.

Untuk kebijakan BMAD (bea masuk anti dumping) dan BMTPS (bea masuk tindakan pengamanan sementara) untuk produk impor yang terindikasi unfair trade akan membantu pengurangan impor dan juga industri dalam negeri yang memiliki produk serupa. Meski demikian, kebijakan ini dapat menjadi masalah bagi ketersediaan bahan baku dengan kualitas bagus dengan harga terjangkau bagi industri berbasis ekspor yang memerlukan. Karena bisa jadi industri dalam negeri belum mampu memproduksi produk olahan dengan kualitas yang sepadan.

Kebijakan pembebasan devisa bagi 30 negara tambahan atau menjadi 45 negara akan mendongkrak jumlah wisatawan yang ada, sehingga penghasilan devisa pun akan naik. Kebijakan ini dapat segera menjadi efektif untuk meningkatkan pundi devisa negara. Catatannya, kesiapan industri pariwisata kita juga perlu segera ditingkatkan.

Kebijakan untuk penggunaan bahan bakar nabati atau biofuel hingga 15% akan membantu dalam mengurangi jumlah impor bahan bakar yang selama ini menjadi salah satu momok defisit neraca berjalan. Selain itu juga dapat membantu penjualan produk kelapa sawit domestik yang sedang menurun permintaannya di pasar global. Tetapi kebijakan ini masih membutuhkan waktu atas kesiapan Pertamina maupun industri kelapa sawit untuk dapat merealisasikannya, sedangkan hingga saat ini penyerapan biofuel pun belum maksimal dari yang telah dimandatkan dengan tingkat presentase yang lebih sedikit.

Kebijakan letter of credit (L/C) untuk produk-produk sumber daya alam (SDA) menjadi penting. Selama ini bisa jadi Indonesia tidak pernah tahu secara pasti berapa jumlah produk SDA yang diekspor, dan kaitannya adalah berapa devisa yang masuk dari ekspor tersebut. Di pasar internasional terdapat indikasi kuat data resmi volume ekspor SDA yang dikeluarkan lembaga resmi berbeda dengan realisasinya, dikarenakan besarnya volume produk ekspor ilegal. Tetapi ini juga berhubungan dengan pembenahan industri yang dilakukan pemerintah. Upaya pemerintah untuk melakukan pendataan perusahaan pertambangan masih belum final.

Kebijakan pembentukan perusahaan reasuransi menjadi sangat penting untuk menahan keluarnya modal dari Indonesia. Selama ini, perusahaan-perusahaan asuransi Indonesia membeli produk-produk reasuransi kepada perusahaan-perusahaan asing. Sedangkan nilai premi reasuransi bisa memakan sebagian besar porsi premi asuransi. Kebjiakan ini memiliki niat pembenahan industri yang baik, tetapi masih akan membutuhkan waktu untuk realisasinya.

Secara umum, paket kebijakan ekonomi pemerintah, baik dari sisi fiskal maupun pembenahan industri cukup baik untuk mendorong fundamental ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. Meski demikian, kebijakan ini secara membutuhkan waktu untuk dapat secara efektif berpengaruh kepada penguatan Rupiah.

Rupiah yang dirasa masih berada di atas level psikologis Rp13.000 per USD sepertinya masih akan terus berlanjut. Kebijakan jangka pendek yang efektif dan cepat masih belum terlihat dalam paket kebijakan saat ini, sehingga peran pengendalian Rupiah oleh BI melalui operasi moneternya masih akan lebih besar. Meski demikian, kita perlu menghargai langkah-langkah pemerintah saat ini dalam melakukan pembenahan industri dan ekonomi secara lebih mendasar, meski terdapat tantangan yang besar dalam realisasinya. Di sisi lain, pemerintahan saat ini tersandera oleh permainan politik para elit, sehingga menjadi pemerintahan yang akan sulit untuk efektif dalam menjalankan program-programnya.

Semoga para elit politik dan pejabat pemerintahan semakin menyadari bahwa perannya sebagai negarawan sangat dibutuhkan bangsa ini untuk mendorong peningkatan kualitas pembangunan ekonomi maupun kualitas pembangunan secara keseluruhan.

Tuesday, March 17, 2015

Menguatnya Ekonomi AS dan Melemahnya Rupiah



Perkembangan data ketenagakerjaan AS memang terus menunjukkan tren yang menguat. Pada bulan Februari lalu, terjadi penambahan jumlah pekerjaan berdasarkan data non-farm payroll sebesar 295.000 pekerjaan. 

Angka ini di atas ekspektasi para analis dan menggenapkan jumlah penambahan pekerjaan di atas 200.000 per bulan dalam dua belas bulan terakhir. Lebih jauh, tingkat pengangguran di AS pun turun menjadi 5,5% dari sebelumnya 5,7%, dan merupakan angka terendah sejak tahun bulan Mei 2008.

Namun, meskipun tingkat pengangguran menjadi begitu rendahnya belum berhasil meningkatkan kenaikan upah yang signifikan. Positifnya adalah dalam jangka waktu 12 bulan terakhir, lebih dari 3,3 juta warga AS telah memperoleh pekerjaan. 

Dengan menguatnya data tenaga kerja AS, memberikan dorongan ekspektasi bahwa Fed rate akan dinaikkan secepatnya pada bulan Juni 2014. Kondisi ini juga mendorong Dollar AS menguat kepada berbagai mata uang di dunia, dan juga meningkatkan yield surat utang AS. 

Mempertimbangkan perkembangan ekonomi AS, pelemahan Rupiah belakangan ini bisa dikatakan lebih didorong oleh kuatnya data ekonomi AS sehingga menjadikan Dolla AS mengalami penguatan terhadap berbagai mata uang negara lain. Ekspektasi Fed rate akan dinaikkan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya mendorong sentimen negatif ke pasar modal maupun pasar valuta asing.

Pelemahan Rupiah juga mendapat momentum setelah BI menurunkan BI rate pada 17 Februari 2015 lalu. Bisa dipahami bahea penurunan BI rate lebih memihak untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan juga mengakomodasi penurunan ekspektasi inflasi. Sementara itu, di pihak lain, defisit neraca berjalan masih cukup besar, meskipun dalam tiga bulan terakhir berturut-turut Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan. 

Tetapi, dengan masih belum dilonggarkannya kebijakan ekspor biji mineral, surplus perdagangan sepertinya lebih akan didorong oleh pelemahan permintaan impor. Ekspor barang manufaktur belum dapat diandalkan karena selama beberapa dekade terakhir Indonesia lebih mengandalkan ekspor komoditas, terlebih pada saat booming komoditas. Sedangkan saat ini hampir semua harga komoditas mengalami pelemahan yang tajam. 

Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI pada pertengan Maret 2015 pun menetapkan BI rate tetap di 7,5%, di tengah harapan sebagian pihak agar BI membantu pelemahan Rupiah dengan menaikkan kembali BI rate, namun di sisi lain tekanan inflasi di dalam negeri pun juga mulai mereda. Meskipun posisi cadangan terus devisa mengalami penguatan, namun BI perlu berperan lebih dalam mengendalikan Rupiah, supaya dapat memperlambat konsumsi impor maupun menahan laju keluarnya dollar lebih banyak. 

Di sisi lain, peran pemerintah akan sangat vital dalam membantu penguatan Rupiah. Kebijakan pencabutan subsidi energi merupakan langkah yang baik dalam membantu meringankan kerentanan Indonesia terhadap fluktuasi ekonomi global. Di tengah momentum rendahnya harga minyak, pemerintah juga perlu memanfaatkan keuntungan yang diperoleh untuk lebih memperkuat struktur ekonomi. 

Dalam hal menyikapi pelemahan Rupiah yang telah menyentuh level terendahnya dalam 17 tahun terakhir terhadap Dollar AS, pemerintah telah mengeluarkan 6 paket kebijakan. Paket kebijakan ekonomi pemerintah, baik dari sisi fiskal maupun pembenahan industri cukup baik untuk mendorong fundamental ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. Meski demikian, kebijakan ini secara umum membutuhkan waktu untuk dapat secara efektif berpengaruh kepada penguatan Rupiah. 

Rupiah yang dirasa masih berada di atas level psikologis Rp13.000 per USD sepertinya masih akan terus berlanjut. Kebijakan jangka pendek yang efektif dan cepat masih belum terlihat dalam paket kebijakan saat ini, sehingga peran pengendalian Rupiah oleh BI melalui operasi moneternya masih akan lebih besar. 

Tentunya langkah-langkah pemerintah saat ini dalam melakukan pembenahan industri dan ekonomi secara lebih mendasar perlu mendapat apresiasi, meski terdapat tantangan yang besar dalam realisasinya. Di sisi lain, pemerintahan saat ini tersandera oleh permainan politik para elit, sehingga pemerintah akan sulit untuk efektif dalam mewujudkan program-programnya. 

Kita nantikan perkembangan selanjutnya. Semoga hal-hal positif yang lebih banyak terjadi di masa yang akan datang. 


Sunday, March 15, 2015

Permintaan CPO Global Masih Lemah




Data bulan Januari 2015 yang ditunjukkan oleh salah satu pemain terbesar di industri kelapa sawit, yaitu Astra Agro Lestari (AALI) cukup membuat terkejut banyak pihak. Volume penjualan CPO emiten itu turun hingga 33% yoy. Tidak mau kalah, volume penjualan kernel AALI jatuh 23% yoy. Penurunan volume penjualan bahkan juga diikuti oleh turunnya harga jual rerata hingga mencapai 10,7% untuk CPO dan 15,9% untuk kernel.

Bagaimana dengan volume produksinya? Apakah jatuhnya volume penjualan karena volume produksi yang berkurang? Bila ditelisik lebih dalam, volume produksi memang mengalami penyusutan sebesar 9% untuk tandan buah segar (TBS) dan 7% untuk produksi CPO. Melihat kondisi ini, bahwa produksi hanya turun di bawah satu digit, namun volume penjualan jatuh double digit, menjadi masuk akal bila kita kemudian menyimpulkan bahwa terjadi penyusutan penyerapan produk oleh pasar.

Apa yang terjadi pada AALI dapat dijadikan gambaran bagaimana saat ini terjadi pelemahan terhadap permintaan produk CPO Indonesia. Pada Januari 2015 ini ekspor produk CPO dan turunannya dari Indonesia susut 8% mom atau 15% yoy, meskipun pada tahun lalu ekspor sedikit naik sebesar 2,5%.

 Secara lebih khusus, ekspor ke Tiongkok dan India bahkan jatuh sekitar 40% mom di bulan Januari 2015. Penurunan juga sudah terefleksi di tahun 2014, dimana ekspor ke Tiongkok hanya 2,34 juta ton atau melemah 9% yoy, sedangkan ekspor ke India hanya mencapai 5,1 juta ton atau turun 17% yoy.

Menurunnya ekspor CPO dan produk turunannya ke India terutama disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan ekonomi, naiknya pajak impor minyak nabati, dan melemahnya mata uang India terhadap dollar AS. Sementara itu, faktor utama pelemahan ekspor ke Tiongkok didorong oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi negara ini dan tingginya stok minyak kedelai.

Di sisi lain, harapan pertumbuhan penjualan ekspor produk CPO dan turunannya datang dari Uni Eropa dan Timur Tengah. Meskipun Uni Eropa terus menyalurkan kampanye negatif terhadap minyak sawit Indonesia, permintaan ke Uni Eropa tumbuh 3% yoy menjadi 4,13 juta ton di 2014. Pertumbuhan ekspor ke Timur Tengah memberikan angin segar dengan tumbuh 16% yoy menjadi 2,29 juga ton. Tingkat aplikasinya yang luas, efektifitas, dan harganya yang murah yang menjadi penyebab di kedua pasar minyak kelapa sawit mengalami peningkatan permintaan.

Sebagai tambahan bagi optimisme di industri kelapa sawit adalah peningkatan target penggunaan kelapa sawit dalam biofuel menjadi 15%. Hal ini merupakan bagian dari rencana paket kebijakan pemerintah untuk mengurangi defisit neraca berjalan dan membantu penguatan rupiah. Kebijakan ini selain akan menguntungkan produsen minyak sawit tetapi juga akan bisa mengurangi jumlah impor bahan bakar sehingga dapat menghemat devisa.

Mempertimbangkan masih lemahnya permintaan global, harga CPO diperkirakan akan bergerak di kisaran RM2.200-2.400 di tahun ini. Meski demikian, range harga tersebut sudah lebih baik dibandingkan harga di bulan Agustus tahun lalu yang sempat menyentuh di bawah RM2.000.

Monday, February 23, 2015

BI rate: Kejutan Menjelang Imlek




Pada tanggal 17 Februari 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI rate dan Fasbi rate 25 bps, sehingga menjadi 7,5% dan 5,5% masing-masing. Sebuah keputusan yang di luar dugaan rata-rata analis.

Saya melihatnya keputusan ini banyak dipengaruhi oleh rendahnya harga minyak sehingga pemerintah dapat mengalokasikan ruang fiskal yang lebih besar, terjadinya deflasi di bulan Januari 2015, dan melebarnya surplus neraca perdagangan menjadi USD710 di Januari 2015 dari hanya USD185 juta di Desember 2014. Hal lain yang mungkin berpengaruh adalah rendahnya realisasi pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang hanya sekitar 11% di 2014.

Secara umum, penurunan BI rate direspon positif oleh pasar. Hal ini dapat dilihat dari IHSG yang terus mencetak rekor tertinggi terbaru secara rally, dan saat ini terus bettahan di lecel 5.400-an. kembali ditutup mencetak rekor tertinggi mencapai 5.390. Bahkan nilai transaksi perdagangan harian secara rata-rata mengalami peningkatan serta net buy asing yang juga pada tren yang sama.

Meski demikian, apresiasi IHSG juga dipengaruhi oleh keputusan Presiden Jokowi yang batal melantik Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri serta melakukan pergantian kepemimpinan KPK sehingga dapat meredam "perseteruan" antara KPK dan POLRI. Dalam beberapa minggu lalu, kondisi politik yang sangat tidak menentu begitu menyandera negara ini. Sehingga keputusan tersebut dapat membantu investor kembali fokus pada kondisi fundamental perekonomian.

Kedua hal ini memberikan angin segar akan perkembangan ekonomi nasional yang lebih stabil dan lingkungan yang lebih mendukung untuk pertumbuhan. Namun di sisi lain, dengan turunnya BI rate, Rupiah diperkirakan akan menguji ke level Rp13.000/USD. Meski BI tentunya akan menjaga volatilitas Rupiah untuk tidak mrnjadi liar, tetapi sepertinya akan cenderung melepas Rupiah mencapai titik kesetimbangannya yang baru.

Secara umum, penuruan BI rate akam berpengaruh pada emiten-emiten perbankan yang akan terkena imbas positif. Terutama bila dilihat dari dampaknya terhadap penyaluran kredit. Terlebih bank-bank juga menunjukkan kinerja pertumbuhan laba yang baik meski tahun lalu mengalami banyak tantangan.

Tahun ini sektor swasta mulai bergerak untuk ekspansi karena tahun lalu banyak yang menunda. Kebijakan pemerintah pun lebih berpihak bagi pertumbuhan ekonomi, terutama melalui program pembangunan infrastruktur. Oleh karenanya kebutuhan akan modal kerja dan modal investasi semakin meningkat. Permintaan kredit perbankan pun diperkirakan akan terus meningkat.

Membenahi Struktur Ekonomi: RAPBN-P 2015, Sebuah Langkah Awal



Pemerintah telah selesai menyusun RAPBN-P 2015 dan saat ini sedang diajukan untuk disetujui oleh DPR. Melihat postur RAPBN-P 2015 yang dibangun oleh pemerintahan Jokowi-JK, kami melihat adanya angin segar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan membesarnya ruang fiskal, diharapkan tahun 2015 menjadi titik balik bagi pertumbuhan ekonomi yang terus melambat sejak tahun 2012.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini mengandalkan ekspor komoditas primer (± 65% dari total nilai ekspor) di sektor tambang dan perkebunan, seperti batubara, mineral, CPO, karet, kopi, dan kakao. Dengan melemahnya harga-harga komoditas secara berkepanjangan, maka ekspor komoditas tidak dapat lagi menjadi andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Melalui RAPBN-P 2015, pemerintah sepertinya berusaha untuk melakukan perubahan lansekap perekonomian Indonesia. Salah satu perubahan strategis adalah pengurangan alokasi subsidi BBM yang dipotong 71% dari nilai APBN 2015 sehingga hanya menjadi Rp81 triliun. Terbantu oleh penurunan harga minyak, tahun ini pemerintah mengambil langkah kebijakan untuk melakukan subsidi tetap bagi solar namun menghilangkan subsidi untuk premium sejak awal tahun 2015.

Dengan langkah tersebut serta berbagai upaya efisiensi alokasi anggaran, ruang fiskal yang dimiliki pemerintah mencapai Rp230 triliun yang kemudian dialokasikan berbagai sektor yang lebih produktif. Dari nilai tersebut, sejumlah Rp155triliun kemudian dialokasikan kepada anggaran prioritas sebagain tambahan belanja Kementrian/Lembaga (K/L), sehingga belanja pemerintah pusat meningkat Rp132 triliun menjadi Rp779,5 triliun. Belanja infrastruktur pun melonjak menjadi Rp290 trilin dari sebelumnya hanya dianggarkan Rp196 triliun.

Kami menghargai upaya pemerintah melakukan penambahan modal negara pada sejumlah BUMN, yang memang diharapkan akan menjadi motor peningkatan investasi dalam negeri. Langkah ini kami pandang positif karena (a) efektifitas penggunaan anggaran akan lebih baik atau cepat terserap pada tingkat korporasi milik negara, dan (b) tambahan modal pada sejumlah BUMN tersebut dapat di-leverage untuk mendukung pembiayaan belanja modal mereka masing-masing. 

Tabel Perbandingan Postur APBN
Rp triliun
APBN-P 2014
APBN 2015
RAPBN-P 2015
Penerimaan pajak
1.072,4
1.201,7
1.300
Rasio pajak (%)
12,3
12,4
13,5
Subsidi BBM
246,5
276
81
Subsidi listrik
103,8
68,7
76
Dana alokasi khusus
33
35,8
55,8
Dana alokasi desa
-
9,1
20,1
Belanja infrastruktur
210
196
290
Defisit anggaran (%PDB)
2,4
2,2
1,9
Sumber: diolah dari berbagai sumber, PEFINDO Riset Konsultasi

Anggaran prioritas dalam RAPBN-P 2015 terbagi dalam tiga hal utama, yaitu anggaran untuk pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemenuhan kebutuhan kewajiban dasar, dan pembangunan infrastruktur konektivitas. Pembangunan untuk infrastruktur untuk pertumbuhan ekonomi terdiri dari pangan, maritim, pariwisata, dan industri. Kemudian, untuk pemenuhan kebutuhan dasar khususnya untuk pendidikan, kesehatan, dan perumahan, pengurangan kesenjangan antarkelas pendapatan maupun antar wilayah.

Salah satu harapan dari struktur RAPBN-P 2015 adalah adanya fokus untuk menjaga keseimbangan pembagunan, baik keseimbangan wilayah maupun sosial, terutama dengan dinaikkannya anggaran untuk dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana desa. Di sisi lain, percepatan pembangunan infrastruktur juga didorong dari penyuntikan modal negara ke berbagai BUMN sebesar Rp75 triliun, terbesar sepanjang sejarah yang pernah diajukan. Setoran dividen BUMN pun akan dikurangi dengan tujuan untuk semakin memperkuat struktur modal dan meningkatkan produktivitas BUMN.

Pemerintah juga mentargetkan untuk meningkatkan peran investasi dan mengejar peningkatan pencapaian tax ratio. Ditunjang dengan penerapan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), pemerintah mentargetkan pencapaian realiasi investasi di tahun ini mencapai Rp500 triliun atau tumbuh 15% dari tahun lalu. Investasi terutama diarahkan kepada industri substitusi impor seperti industri baja, energi terbarukan, elektronik, dan komponen otomotif, serta kepada industri padat karya untuk mendorong penyerapan tenaga kerja. Sementara itu tax ratio ditargetkan mencapai 13,5%, naik dari rata-rata lima tahun belakang yang hanya 11%-12%. 

Dengan berbagai terobosan dalam penyusunan RAPBN-P 2015, kami menaruh optimisme terjadinya perubahan arah pembangunan ekonomi yang signifikan. Dibangunnya berbagai infrastruktur vital yang dibutuhkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Demikian pula berbagai pemerataan pembangunan yang sangat genting dibutuhkan, terlebih saat ini gini ratio Indonesia telah mencapai lebih dari 0,4, suatu nilai yang sudah cukup kritis.

Melihat struktur RAPBN-P 2015 saat ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih mengandalkan konsumsi dan investasi ketimbang ekspor. Untuk konsumsi, terutama konsumsi pemerintah akan sangat vital perannya di tahun ini, terlebih belanja telah dinaikkan cukup signifikan. Namun demikian, rendahnya serapan anggaran oleh pemerintah dan juga rendahnya realisasi penerimaan pajak akan menjadi tantangan tersendiri. Realisasi investasi pun juga membutuhkan kinerja aparatur negara dan koordinasi antar lembaga yang baik. Oleh karenanya pemerintah dituntut untuk dapat bekerja semakin efektif dan efisien untuk mencapai berbagai target yang telah ditentukan.

Sunday, February 22, 2015

Memasuki Tahun Infrastruktur



Mengakhiri tahun 2014 IHSG ditutup sebesar 5.226,9, tumbuh 22,3%, sejalan dengan apa yang telah kami prediksikan. Sementara itu, indeks sektoral yang mengalami pertumbuhan indeks tertinggi sepanjang tahun lalu adalah infrastruktur (24,7%), keuangan (35,4%), dan properti (55,8%).

IHSG menjadi indeks dengan pertumbuhan tertinggi keempat di Asia setelah Tiongkok, India, dan Filipina yang memang mencatatkan perkembangan ekonomi yang lebih baik dibanding Indonesia di tahun lalu. Kinerja IHSG patut dihargai oleh karena besarnya tantangan di tahun lalu, terutama dari tingginya ketidakpastian didorong oleh intensnya peristiwa politik yang menyebabkan banyak tertundanya IPO serta aksi korporasi lainnya.

Kinerja sektor infrastruktur di tahun 2014 terutama ditopang saham-saham blue chip seperti TLKM, PGAS, JSMR, TBIG, dan TOWR yang mengalami peningkatan harga saham antara 33%-67%. Di sisi lain, saham infrastruktur lapis kedua yang memiliki lini bisnis terkait dengan bidang maritim, juga mendapatkan sentimen positif, terutama setelah dicalonkan dan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI.

Sementara itu, saham-saham di sub sektor konstruksi juga memperoleh berkah di tahun lalu terkait kegiatan sektor ini yang berhubungan langsung dengan pembangunan infrastruktur. Hampir semua saham di sektor konstruksi mengalami apresiasi harga saham yang tinggi, rata-rata sekitar 125%.
Sektor perbankan menjadi pendorong kinerja sektor keuangan di tahun lalu, terutama bank-bank dengan nilai kapitalisasi besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, PNBN, dan BBTN. Harga saham-saham bank-bank tersebut naik sebesar 37%-77%. Hal ini cukup menggembirakan ditengah terjadinya pengetatan likuiditas dan penurunan penyaluran kredit.

Prospek di tahun infrastruktur
Pada tahun 2015 pemerintahan Jokowi-JK menempatkan fokus perhatian pada pembangunan infrastruktur. Untuk mendukung kebijakannya, serta diuntungkan oleh rendahnya harga minyak, didalam RAPBN-P 2015 pemerintah telah mempersiapkan ruang fiskal yang lebih besar (Rp205 triliun) yang berasal dari pengurangan subsidi energi.

Dari situ kemudian pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran untuk berbagai program prioritasnya. Sehingga secara total anggaran belanja infrastruktur menjadi Rp281 triliun, lebih tinggi dibandingkan subsidi energi. Lebih jauh, pemerintah bahkan telah meningkatkan anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) menjadi Rp75 triliun, yang diharapkan dapat mempercepat progam pembangunan infrastruktur.

Di sisi lain, untuk mempercepat proses perizinan pembangunan infrastruktur terutama yang memerlukan investasi swasta, pemerintah juga telah mempersiapkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Dengan penerapan PTSP, pencapaian realiasi investasi di tahun ini ditargetkan mencapai Rp500 triliun, sehingga diharapkan dapat membantu percepatan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, untuk mendukung program pembangunan infrastruktur, maka peran perbankan sebagai salah satu lembaga pembiayaan menjadi sangat vital. Oleh karenanya, rencana pemerintah untuk meberikan suntikan modal kepada bank-bank BUMN akan sangat bermanfaat. Kondisi saat ini ruang gerak perbankan nasional hanya sekitar Rp300 triliun sehingga masih diperlukan tambahan tenaga.

Selain dari pemerintah, industri perbankan juga akan mendapat tambahan tenaga dari beberapa inisiatif yang digulirkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satunya adalah  penyesuaian besaran bobot risiko dalam pembiayaan sektor ekonomi proritas. Lainnya adalah inisiatif Laku Pandai (layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif) yang diperkirakan akan melibatkan 17 bank dan 30.000 agen baru di tahun ini, sehingga memperbesar kemungkin bank meningkatkan likuditasnya.

Dengan perkembangan tersebut, kami sejalan dengan optimisme kalangan perbankan yang mentargetkan pertumbuhan kredit akan tumbuh 16% di tahun ini, lebih baik dibandingkan realisasi tahun lalu. Oleh karenanya, kami menjaga optimisme terhadap pada perkembangan ekonomi Indonesia di tahun ini. Kami memandang, kinerja saham sektor infrastruktur, sektor konstruksi, dan perbankan masih akan melanjutkan perkembangan positifnya yang telah dimulai sejak tahun lalu.


Guntur Tri Hariyanto, CSA, CRP
PEFINDO Newsletter, Februari 2015 

Friday, February 20, 2015

Insiden Salah Obat



Kita cukup dikagetkan dengan insiden salah obat yang terjadi di RS Siloam, sebuah rumah sakit ternama dan memiliki pengelolaan yang modern. Dikabarkan bahwa obat anestesi yang diberikan memiliki kandungan yang berbeda dengan sampul obat. Sebuah kejadian yang kemudian mengguncang dunia farmasi di Indonesia.

Kejadian ini akan berdampak besar bagi produsen obat terkait, yang kebetulan adalah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), sebuah perusahaan yang memiliki pengalaman panjang di industri farmasi. Kabar terakhir dari pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) terdapat indikasi tertukarnya obat dengan kemasannya dalam proses produksi. 

Untuk keperluan pemeriksaan, BPOM telah menghentikan izin edar dan proses fasilitas produksi obat yang terkait. Oleh karenanya, KLBF memiliki potensi kerugian finansial dari penarikan obat dan penghentian proses fasilitas produksi, selain juga kerugian dari sisi reputasi perusahaan. Kerugian terakhir diperkirakan akan berdampak jauh lebih besar kepada KLBF, terlebih apabila nanti dalam pemeriksaannya terdapat bukti bahwa KLBF tidak memenuhi kaidah produksi obat yang baik.

Di lain pihak, insiden ini juga akan memberikan pengaruh negatif bagi RS Siloam (SILO) rumah sakit tempat insiden terjadi. Meskipun memang pihak SILO mengatakan bahwa proses pemberian obat telah melalui standar operasi prosedur (SOP) yang berlaku, namun masih terdapat potensi bahwa SILO memiliki kelalaian dalam proses memproleh dan memberikan obat kepada pasien. 

Dalam jangka pendek, kemungkinan akan ada dampak penurunan jumlah pasien yang datang ke SILO sebagai dampak dari pemberitaan yang luas di media massa, namun sepertinya hal ini hanya sementara.

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kejadian tersebut di atas? Menurut saya, kejadian tersebut dapat saja membuka mata kita bahwa terdapat banyak area yang perlu dibenahi dalam industri farmasi dan rumah sakit kita. Insiden yang baru saja terjadi, hanya merupakan serpihan kecil dari berbagai insiden yang pernah terjadi di kedua industri tersebut.

Bukan rahasia umum lagi bahwa terdapat pasar senilai triliunan rupiah untuk pasar farmasi gelap. Demikian pula terdapat praktik ilegal maupun pengelolaan rumah sakit yang hanya mengejar untung, tanpa peduli kualitas layanan dan rasa kemanusiaan. 

Semoga kita bisa selalu dengan rendah hati mengambil hikmah dalam setiap kejadian. Salah satu hal yang terlintas dalam pemikiran saya adalah mulai diimplementasikannya manajemen risiko yang komprehensif di industri farmasi dan rumah sakit. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi peluang dan dampak terjadinya suatu insiden. Tentunya implementasi akan berdampak positif bagi perusahaan, industri, dan masyarakat luas pengguna jasa.

Tuesday, February 17, 2015

KOST Ekslusif "Kesempatan TERBATAS Berinvestasi di Jogja"

Pandega Duksina 2

Kost exclusive di tengah kota Yogyakarta



Kost Exlusive Fasilitas Lengkap (3 Lantai) dengan total 34 kamar dan 12 Parkir Mobil.


Fasilitas dan Spesifikasi bangunan:

  • Luas bangunan : 1012 m2
  • Luas tanah : 465 m2
  • Tipe 1012/465
  • Kamera CCTV , WIFI
Fasilitas kamar :
  • Tv, Lemari dan Meja
  • Bed
  • Kulkas
  • AC
  • Telephone
  • Toilet Dalam + Water Heather
  • Kamera CCTV , WIFI







Thursday, January 29, 2015

Kinerja Emiten Batu Bara Masih akan Lemah




Emiten batu bara telah mengalami tekanan paling tidak sejak Juni 2012 ketika harga batu bara (Newcastle) mulai berada di bawah USD90/MT. Harga batu bara telah melemah lebih dari setengahnya dibandingkan harga tertinggi di 2011, bahkan telah berada di bawah USD70/MT sejak bulan Agustus 2014. Rendahnya harga batu bara telah menyebabkan indeks pertambangan terdiskon sekitar 60% dibandingkan dengan IHSG terhitung sejak awal 2012.

Anjloknya harga batu bara terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan seiring dengan perlambatan ekonomi global seperti di Tiongkok dan Eropa serta terjadinya kelebihan pasokan. Booming komoditas global telah mendorong pelaku industri melakukan perluasan kapasitas produksi. Selain itu, persaingan dari sumber energi yang lebih bersih seperti keberhasilan pengembangan shale gas di AS dan semakin gencarnya isu lingkungan yang masuk ke dalam kebijakan berbagai pemerintahan, seperti di Tiongkok dan AS, semakin menekan permintaan akan batu bara.

Kondisi Industri Batu bara Global Belum Membaik

Meskipun batu bara masih mendominasi sekitar 40% pasar bahan bakar pembangkit listrik global, diperkirakan pertumbuhan permintaannya akan turun. International Energy Agency mengestimasi permintaan batu bara hanya akan tumbuh rata-rata 2,3% per tahun dalam lima tahun hingga 2018, melemah dibandingkan rata-rata pertumbuhan aktual 2007-2012 (3,4%).

Harapan pertumbuhan permintaan datang dari negara-negara berkembang Asia, seperti di kawasan Asia Tenggara yang membutuhkan energi listrik semakin besar seiring dengan kemajuan ekonominya. Juga  dari India yang diperkirakan akan menggantikan Tiongkok sebagai pengimpor batu bara terbesar dunia. Impor tahunan India diperkirakan akan mencapai 180 juta ton di 2015 dan 300 juta ton di 2020 seiring dengan peningkatan kapasitas pembangkit listrik batu bara.

Permintaan dari India sudah mengalami lonjakan yang didorong oleh keputusan Mahkamah Agung negara itu yang telah membatalkan izin 214 tambang batu bara. Per akhir September, 35% pembangkit listrik batu bara India memiliki inventori yang sangat kritis yang hanya cukup untuk cadangan kurang dari 1 minggu.

Meski demikian, kami perkirakan pasokan global masih akan tetap tinggi terutama dari Australia dan Indonesia. Produsen batu bara Australia terkendala oleh fixed cost yang tinggi karena perjanjian sewa pelabuhan dan jalur kereta yang perlu tetap dibayar meskipun tambang telah ditutup. Sementara itu, meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan usaha penertiban penambang ilegal dan pembatasan ekspor, ekspor dari Indonesia diperkirakan tetap akan tinggi.

Selain itu, meskipun pemerintah Tiongkok berupaya untuk melakukan pengurangan produksi domestik sebesar 150 juta ton hingga akhir tahun, tetapi impor dibatasi hingga 40 juta ton dan memberlakukan pajak impor sebesar 3%-6%. Kondisi tersebut memberikan ancaman terhadap pengurangan penyerapan pasokan global.

Harapan dari Permintaan Domestik

Kinerja emiten batu bara secara umum mengalami penurunan penjualan yang terjadi sejak 2013 dan penurunan marjin laba yang signifikan, bahkan sebagian ada yang mengalami marjin laba bersih negatif. Memperhatikan perkembangan terakhir, kami menilai prospek emiten batu bara masih akan lemah hingga beberapa waktu ke depan.

Dengan masuknya musim dingin di negara-negara bagian utara, permintaan dan harga batu bara diperkirakan akan meningkat. Pelemahan Rupiah dan ekspektasi kenaikan harga menjadi harapan bagi produsen batu bara, namun sepertinya akan terbatasi oleh melemahnya harga minyak dunia belakangan ini.

Dari dalam negeri ada harapan dari naiknya permintaan terutama dari Perusahan Listrik Negara. Kebutuhan batu bara untuk sektor kelistrikan hingga tahun 2017 diperkirakan akan mencapai 100 juta ton per tahun, tahun ini sekitar 74 juta ton. Hal ini didorong oleh bertambahnya jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang ditargetkan bertambah sebesar 35 ribu MW dalam 10 tahun ke depan. Oleh karenannya, produsen yang memiliki paparan penjualan domestik yang lebih besar sepertinya akan lebih disukai oleh investor.



Guntur Tri Hariyanto, CSA
PEFINDO Newsletter, November 2014

Penguatan Ekonomi dan Optimisme di Pasar Modal




Ekonomi Indonesia di kuartal II 2014 tumbuh terendah dalam hampir lima tahun terakhir, hanya 5,12% yoy. Dalam dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung terus menurun. Penurunan nilai eskpor ekspor seiring dengan melemahnya pasar global dan pelarangan ekspor mineral bahan baku mentah sejalan dengan kebijakan hilirasi industri pertambangan, merupakan salah satu penyebab utamanya. Di lain pihak, impor bahan bakar minyak membengkak seiring dengan melambungnya konsumsi di dalam negeri, sementara produksi minyak terus turun.

Kebijakan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia terutama melalui kenaikan suku bunga dan pengetatan penyaluran kredit, serta meningkatnya ketidakpastian politik sejalan dengan diselenggarakannya pemilihan umum, memberikan dampak pada menurunnya aktivitas bisnis secara nyata. Pemerintah bahkan juga melakukan pengetatan fiskal melalui pengurangan belanja negara, meskipun selama 8 tahun terakhir penyerapan anggaran masih kurang efektif, dengan sisa lebih anggaran yang cukup besar tiap tahunnya.

Di lain pihak, kondisi perekonomian global juga masih cukup rapuh meskipun mulai menunjukkan perbaikan. Meskipun AS dan UK mulai menunjukkan perbaikan ekonomi, tetapi sebagian besar negara maju masih berjuang untuk kembali meningkatkan aktivitas ekonominya. Di Tiongkok, meski ekspor membaik, tetapi konsumsi domestik masih cukup lemah. Sementara Jepang mengalami kontraksi setelah peningkatan pajak penjualan.

Perkembangan nilai beli asing bersih dan kapitalisasi IHSG

                               Sumber: BEI

Optimisme di Pasar Modal

Meski sepertinya banyak tantangan bagi ekonomi Indonesia di tahun ini, investasi asing bersih yang masuk ke pasar saham sampai akhir Juli 2014 telah mencapai lebih dari Rp55 triliun. Pada tahun ini, meskipun kebijakan tapering off The Fed AS benar-benar dilakukan sejak awal tahun, suku bunga acuan BI telah naik menjadi 7,5%, dan berlangsungnya pesta politik, IHSG tumbuh hampir mencapai 20% ytd di akhir Juli 2014.

Setelah pengumuman pemenang pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), IHSG terus diperdagangkan di atas 5.000, meskipun keputusan final masih harus menunggu persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Harapan kepada Pemerintah baru yang akan melakukan reformasi ekonomi yang lebih terstruktur, masih menjaga optimisme hingga saat ini.

Perkembangan positif juga ditunjukkan di pasar obligasi. Hingga semester I-2014, volume perdagangan obligasi pemerintah naik 44% yoy. Bahkan minat investor asing terhadap surat utang pemerintah Indonesia terus meningkat. Di awal Agustus, rasio kepemilikan asing mencatatkan rekor tertinggi mencapai 37%.

Mendorong Pertumbuhan

Optimisme yang terefleksi di pasar modal, diharapkan dapat terwujud melalui program-progam nyata penguatan ekonomi domestik oleh Pemerintah baru. Dalam upaya penguatan ekonomi, belajar dari kasus Argentina dan Italia, paling tidak Pemerintah perlu memberikan perhatian pada pemberantasan korupsi, kepastian politik, kepastian hukum, dan penguatan sistem keuangan.

Lebih lanjut, tiga hal utama yang menurut kami perlu mendapat perhatian segera oleh Pemerintah baru untuk mendorong pertumbuhan adalah i) pengurangan subsidi energi, ii) intensifikasi pembangunan infrastruktur, dan iii) peningkatan investasi. Dengan subsidi energi sudah terlalu tinggi, mencapai 18% APBN, ketergantungan terhadap konsumsi minyak perlu dikurangi, dan diversifikasi kepada sumber energi lainnya yang lebih murah.

Intensifikasi pembangunan infrastruktur seperti jalan, pembangkit listrik, pelabuhan, bandara, dan rel kereta, sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan. Konektivitas antar wilayah di Indonesia menjadi sangat penting untuk menstimulus ekonomi. Untuk hal ini realisasi program Masterplan Percepatan Perluasan perlu dipercepat. Masuknya Indonesia sebagai 10 besar ekonomi dunia, dapat dimanfaatkan untuk mendorong peran investasi bagi pertumbuhan. Untuk hal ini, kondusivitas iklim investasi dan iklim bisnis dalam negeri perlu ditingkatkan.

Perkembangan pasar modal sangat berhubungan dengan fundamental perekonomian Indonesia. Secara resiprokal, pasar modal yang maju, tentunya juga akan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian. Saat ini IHSG terus berusaha mencatatkan rekor tertingginya sepanjang sejarah dan kami perkirakan hingga akhir tahun dapat menembus 5.300. Bahkan, bukan tidak mungkin IHSG akan terus terbang lebih tinggi bila fundamental ekonomi Indonesia menjadi semakin kuat.



Ekonomi Indonesia di kuartal II 2014 tumbuh terendah dalam hampir lima tahun terakhir, hanya 5,12% yoy. Dalam dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung terus menurun. Penurunan nilai eskpor ekspor seiring dengan melemahnya pasar global dan pelarangan ekspor mineral bahan baku mentah sejalan dengan kebijakan hilirasi industri pertambangan, merupakan salah satu penyebab utamanya. Di lain pihak, impor bahan bakar minyak membengkak seiring dengan melambungnya konsumsi di dalam negeri, sementara produksi minyak terus turun.

Kebijakan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia terutama melalui kenaikan suku bunga dan pengetatan penyaluran kredit, serta meningkatnya ketidakpastian politik sejalan dengan diselenggarakannya pemilihan umum, memberikan dampak pada menurunnya aktivitas bisnis secara nyata. Pemerintah bahkan juga melakukan pengetatan fiskal melalui pengurangan belanja negara, meskipun selama 8 tahun terakhir penyerapan anggaran masih kurang efektif, dengan sisa lebih anggaran yang cukup besar tiap tahunnya.

Di lain pihak, kondisi perekonomian global juga masih cukup rapuh meskipun mulai menunjukkan perbaikan. Meskipun AS dan UK mulai menunjukkan perbaikan ekonomi, tetapi sebagian besar negara maju masih berjuang untuk kembali meningkatkan aktivitas ekonominya. Di Tiongkok, meski ekspor membaik, tetapi konsumsi domestik masih cukup lemah. Sementara Jepang mengalami kontraksi setelah peningkatan pajak penjualan.

Optimisme di Pasar Modal

Meski sepertinya banyak tantangan bagi ekonomi Indonesia di tahun ini, investasi asing bersih yang masuk ke pasar saham sampai akhir Juli 2014 telah mencapai lebih dari Rp55 triliun. Pada tahun ini, meskipun kebijakan tapering off The Fed AS benar-benar dilakukan sejak awal tahun, suku bunga acuan BI telah naik menjadi 7,5%, dan berlangsungnya pesta politik, IHSG tumbuh hampir mencapai 20% ytd di akhir Juli 2014.

Setelah pengumuman pemenang pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), IHSG terus diperdagangkan di atas 5.000, meskipun keputusan final masih harus menunggu persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Harapan kepada Pemerintah baru yang akan melakukan reformasi ekonomi yang lebih terstruktur, masih menjaga optimisme hingga saat ini.

Perkembangan positif juga ditunjukkan di pasar obligasi. Hingga semester I-2014, volume perdagangan obligasi pemerintah naik 44% yoy. Bahkan minat investor asing terhadap surat utang pemerintah Indonesia terus meningkat. Di awal Agustus, rasio kepemilikan asing mencatatkan rekor tertinggi mencapai 37%.

Mendorong Pertumbuhan

Optimisme yang terefleksi di pasar modal, diharapkan dapat terwujud melalui program-progam nyata penguatan ekonomi domestik oleh Pemerintah baru. Dalam upaya penguatan ekonomi, belajar dari kasus Argentina dan Italia, paling tidak Pemerintah perlu memberikan perhatian pada pemberantasan korupsi, kepastian politik, kepastian hukum, dan penguatan sistem keuangan.

Lebih lanjut, tiga hal utama yang menurut kami perlu mendapat perhatian segera oleh Pemerintah baru untuk mendorong pertumbuhan adalah i) pengurangan subsidi energi, ii) intensifikasi pembangunan infrastruktur, dan iii) peningkatan investasi. Dengan subsidi energi sudah terlalu tinggi, mencapai 18% APBN, ketergantungan terhadap konsumsi minyak perlu dikurangi, dan diversifikasi kepada sumber energi lainnya yang lebih murah.

Intensifikasi pembangunan infrastruktur seperti jalan, pembangkit listrik, pelabuhan, bandara, dan rel kereta, sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan. Konektivitas antar wilayah di Indonesia menjadi sangat penting untuk menstimulus ekonomi. Untuk hal ini realisasi program Masterplan Percepatan Perluasan perlu dipercepat. Masuknya Indonesia sebagai 10 besar ekonomi dunia, dapat dimanfaatkan untuk mendorong peran investasi bagi pertumbuhan. Untuk hal ini, kondusivitas iklim investasi dan iklim bisnis dalam negeri perlu ditingkatkan.

Perkembangan pasar modal sangat berhubungan dengan fundamental perekonomian Indonesia. Secara resiprokal, pasar modal yang maju, tentunya juga akan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian. Saat ini IHSG terus berusaha mencatatkan rekor tertingginya sepanjang sejarah dan kami perkirakan hingga akhir tahun dapat menembus 5.300. Bahkan, bukan tidak mungkin IHSG akan terus terbang lebih tinggi bila fundamental ekonomi Indonesia menjadi semakin kuat.


Guntur Tri Hariyanto, CSA
PEFINDO Newsletter, Agustus 2014

Thursday, January 22, 2015

Pefindo proyeksikan prospek Catur Sentosa positif



ekbis.sindonews.com,  Dana Aditiasari
Senin,  24 Maret 2014  −  15:47 WIB


Sindonews.com - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan bahwa PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) sebagai perusahaan distribusi dan logistik serta ritel modern bahan bangunan pada tahun ini memiliki prospek positif didukung tetap tumbuhnya industri properti.

Analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto menilai, meski industri properti pada tahun ini menghadapi kompetisi ketat, di mana pertumbuhannya diperkirakan hanya sekitar 10 persen, namun kondisi tersebut hanya bersifat sementara.

"Pertumbuhan industri properti akan kembali rebound, terutama mengingat bahwa backlog perumahan di Indonesia diperkirakan mencapai 15 juta unit tahun ini," kata dia dalam risetnya, Senin (24/3/2014).

Sejalan dengan prospek industri properti itu, dia memperkirakan permintaan cat dan ubin keramik akan melemah. Kendati demikian, permintaan masih berpeluang naik didukung perekonomian Indonesia yang terus tumbuh.

Di samping itu, kegiatan pemilihan umum (pemilu) diharapkan mampu menopang penjualan barang konsumen. Berdasarkan survei Bank Indoensia (BI), konsumsi rumah tangga pada kuartal IV tahun lalu tetap kuat, dengan indeks penjualan ritel naik 27 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya di tengah tingginya inflasi. Sementara penjualan ritel modern nasional diperkirakan juga meningkat sekitar 10 persen menjadi Rp163 triliun.

Meningkatnya jumlah penduduk usia muda dengan kelas menengah, yang diperkirakan akan tumbuh 10 persen setiap tahunnya secara rata-rata hingga 2016 akan mendorong belanja konsumen lebih cepat. Pada saat yang sama, pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti jalan, bandara, pelabuhan, rel kereta, pembangkit listrik dan lainnya, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, begitu juga pertumbuhan CSAP.

"Bisnis perusahaan telah menunjukkan perkembangan yang baik dan kami optimis untuk prospek CSAP ke depannya," ujar dia.

Pada kuartal III/2013 di tengah banyaknya tantangan ekonomi, pertumbuhan pendapatan CSAP sebesar 28 persen melebihi perkiraan Pefindo. Melihat capaian itu, Pefindo merevisi target pendapatan untuk CSAP pada tahun ini menjadi Rp7,8 triliun, meningkat dibanding proyeksi pendapatan akhir tahun lalu senilai Rp6,41 triliun.

Adapun, laba bersih tahun ini diprediksi bisa mencapai Rp132 miliar atau meningkat 32 persen dibanding proyeksi akhir tahun lalu senilai Rp100 miliar. Sementara target harga saham CSAP berada di kisaran Rp396-464 per saham.


(rna)

Kinerja Menurun, GDST Disarankan Dagang Baja di Dalam Negeri




economy.okezone.com, Petrus Paulus Lelyemin

JAKARTA - PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) tercatat menurun kinerja ekspornya pada tahun 2013. Penjualan ekspor GDST 2013 tercatat turun 89 persen year on year (yoy) setelah penurunan tahun 2012 yang mencapai 64 persen yoy.

Analis Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Guntur Tri Hariyanto mengungkapkan, perusahaan baja tersebut perlu segera mengubah strategi dengan berfokus pada pasar dalam negeri yang terus bertumbuh.

"Strategi untuk beralih fokus ke pasar domestik adalah pilihan yang tepat," tutur Guntur dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/4/2014).

Dia menjelasikan, pasar dalam negeri terus bertumbuh dengan pesat dengan perolehan 27 persen yoy, meskipun sempat melambat pada tahun 2012 pada level 40 persen yoy.

Pefindo sendiri mencatat, papar Guntur, pada tahun 2013, marjin harga pokok produksi (HPP) GDST menurun akibat melemahnya harga baja karena lingkungan HPP yang ketat di tahun sebelumnya.

"Marjin HPP GDST turun menjadi 85,3 persen di kuartal ketiga tahun 2013 dibandingkan 90,8 persen di kuartal ketiga 2013, yang menyebabkan margin laba kotor meningkat 39 persen" terangnya.

Menurut Guntur, penurunan penjualan ekspor telah menyebabkan beban transportasi ekspor turun sehingga menyebabkan beban penjualan turun 40 persen. Ini mengakibatkan laba bersih di 9M13 yang melebihi laba bersih 2012.

"Pada periode tersebut juga mencatat marjin laba bersih yang lebih baik sebesar 5,1 persen dibandingkan dengan hanya 2,8 persen pada tahun 2012," pungkasnya.
(rzk)

Sunday, January 11, 2015

Konsumsi baja domestik kuat, GDST berprospek positif



http://ekbis.sindonews.com/   J Erna
Jum'at,  14 Maret 2014  −  15:54 WIB



TRIBUNNEWSBATAM.COM, JAKARTA- Harga batubara semakin tertekan seiring perlambatan perekonomian China. Harga emas hitam ini anjlok ke level terendahnya selama lima tahun terakhir.
Data Bloomberg menunjukkan, Selasa (11/3), harga batubara untuk kontrak pengiriman Mei 2014 di Bursa ICE Futures naik tipis 1,60% dari hari sebelumnya menjadi US$ 72,75 per metrik ton (MT). Ini merupakan harga terendah sejak Maret 2009. Bahkan, sejak akhir tahun 2013 harganya sudah terpangkas sebesar 13,64%. Harga batubara juga sempat mencapai level terendah di 71,60 per metrik ton (MT) (10/3).

Analis PT Megagrowth Futures, Wahyu Tribowo Laksono memperikan harga batubara masih akan terus tertekan hingga akhir kuartal pertama 2014. "Batubara kini oversold dan berpotensi hingga ke level US$ 70.00 per metrik ton," kata Wahyu

Pemicu utama melemahnya harga batubara, selain permintaan yang minim juga disebabkan oleh perlambatan perekonomian China. Asal tahu saja, Negeri Panda ini adalah importir terbesar batubara di dunia. Beberapa bulan lalu China juga mengurangi pembangunan pembangkit listrik berbasis batubara, dan mengalihkan ke energi yang lebih bersih, seperti air, angin, dan nuklir. Di sisi lain, China masih memiliki stok batubara yang cukup banyak. "Karena hal tersebut, permintaan batubara kian merosot," imbuh Wahyu.

Sementara, analis PT Pefindo, Guntur Tri Hariyanto mengatakan melemahnya harga batubara saat ini disebabkan rilis data ekspor China pada Februari 2014 turun 18%. Terlebih terdapat indikasi bahwa angka ekspor tahun lalu yang fiktif, yang membuat keraguan akan kemampuan Cina untuk dapat memenuhi target pertumbuhan ekonominya sebesar 7,5%. Dengan demikian, ada kekhawatiran penurunan konsumsi batubara yang signifikan di China.

Secara teknikal, Wahyu bilang harga saat ini sedang mengalami jenuh jual (oversold). Hal itu terlihat dari indikator relative strenght index (RSI) menginjak level 36,7% dan stochastick sudah di level 28,5% yang berarti akan rebound terbatas. Sedangkan, indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area negatif, minus 1,5. Adapun harga bergerak di bawah moving average (MA) 50 (72.00), MA 100 (80.00) dan MA 200 (80.90).

Wahyu memprediksi harga batubara akan cenderung konsolidasi di kisaran US$ 70-US$ 75 per ton dalam sepekan. Adapun, hingga akhir kuartal pertama tahun ini, harga batubara akan bergulir di US$ 68- US$ 77 per MT. Sedangkan, Guntur memprediksi harga sepekan ke depan di kisaran US$ 72-74 per ton. Dan hingga akhir kuartal pertama tahun ini, batubara bergulir di US$ 72-US$ 75 per ton.