Thursday, January 29, 2015

Kinerja Emiten Batu Bara Masih akan Lemah




Emiten batu bara telah mengalami tekanan paling tidak sejak Juni 2012 ketika harga batu bara (Newcastle) mulai berada di bawah USD90/MT. Harga batu bara telah melemah lebih dari setengahnya dibandingkan harga tertinggi di 2011, bahkan telah berada di bawah USD70/MT sejak bulan Agustus 2014. Rendahnya harga batu bara telah menyebabkan indeks pertambangan terdiskon sekitar 60% dibandingkan dengan IHSG terhitung sejak awal 2012.

Anjloknya harga batu bara terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan seiring dengan perlambatan ekonomi global seperti di Tiongkok dan Eropa serta terjadinya kelebihan pasokan. Booming komoditas global telah mendorong pelaku industri melakukan perluasan kapasitas produksi. Selain itu, persaingan dari sumber energi yang lebih bersih seperti keberhasilan pengembangan shale gas di AS dan semakin gencarnya isu lingkungan yang masuk ke dalam kebijakan berbagai pemerintahan, seperti di Tiongkok dan AS, semakin menekan permintaan akan batu bara.

Kondisi Industri Batu bara Global Belum Membaik

Meskipun batu bara masih mendominasi sekitar 40% pasar bahan bakar pembangkit listrik global, diperkirakan pertumbuhan permintaannya akan turun. International Energy Agency mengestimasi permintaan batu bara hanya akan tumbuh rata-rata 2,3% per tahun dalam lima tahun hingga 2018, melemah dibandingkan rata-rata pertumbuhan aktual 2007-2012 (3,4%).

Harapan pertumbuhan permintaan datang dari negara-negara berkembang Asia, seperti di kawasan Asia Tenggara yang membutuhkan energi listrik semakin besar seiring dengan kemajuan ekonominya. Juga  dari India yang diperkirakan akan menggantikan Tiongkok sebagai pengimpor batu bara terbesar dunia. Impor tahunan India diperkirakan akan mencapai 180 juta ton di 2015 dan 300 juta ton di 2020 seiring dengan peningkatan kapasitas pembangkit listrik batu bara.

Permintaan dari India sudah mengalami lonjakan yang didorong oleh keputusan Mahkamah Agung negara itu yang telah membatalkan izin 214 tambang batu bara. Per akhir September, 35% pembangkit listrik batu bara India memiliki inventori yang sangat kritis yang hanya cukup untuk cadangan kurang dari 1 minggu.

Meski demikian, kami perkirakan pasokan global masih akan tetap tinggi terutama dari Australia dan Indonesia. Produsen batu bara Australia terkendala oleh fixed cost yang tinggi karena perjanjian sewa pelabuhan dan jalur kereta yang perlu tetap dibayar meskipun tambang telah ditutup. Sementara itu, meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan usaha penertiban penambang ilegal dan pembatasan ekspor, ekspor dari Indonesia diperkirakan tetap akan tinggi.

Selain itu, meskipun pemerintah Tiongkok berupaya untuk melakukan pengurangan produksi domestik sebesar 150 juta ton hingga akhir tahun, tetapi impor dibatasi hingga 40 juta ton dan memberlakukan pajak impor sebesar 3%-6%. Kondisi tersebut memberikan ancaman terhadap pengurangan penyerapan pasokan global.

Harapan dari Permintaan Domestik

Kinerja emiten batu bara secara umum mengalami penurunan penjualan yang terjadi sejak 2013 dan penurunan marjin laba yang signifikan, bahkan sebagian ada yang mengalami marjin laba bersih negatif. Memperhatikan perkembangan terakhir, kami menilai prospek emiten batu bara masih akan lemah hingga beberapa waktu ke depan.

Dengan masuknya musim dingin di negara-negara bagian utara, permintaan dan harga batu bara diperkirakan akan meningkat. Pelemahan Rupiah dan ekspektasi kenaikan harga menjadi harapan bagi produsen batu bara, namun sepertinya akan terbatasi oleh melemahnya harga minyak dunia belakangan ini.

Dari dalam negeri ada harapan dari naiknya permintaan terutama dari Perusahan Listrik Negara. Kebutuhan batu bara untuk sektor kelistrikan hingga tahun 2017 diperkirakan akan mencapai 100 juta ton per tahun, tahun ini sekitar 74 juta ton. Hal ini didorong oleh bertambahnya jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang ditargetkan bertambah sebesar 35 ribu MW dalam 10 tahun ke depan. Oleh karenannya, produsen yang memiliki paparan penjualan domestik yang lebih besar sepertinya akan lebih disukai oleh investor.



Guntur Tri Hariyanto, CSA
PEFINDO Newsletter, November 2014

Penguatan Ekonomi dan Optimisme di Pasar Modal




Ekonomi Indonesia di kuartal II 2014 tumbuh terendah dalam hampir lima tahun terakhir, hanya 5,12% yoy. Dalam dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung terus menurun. Penurunan nilai eskpor ekspor seiring dengan melemahnya pasar global dan pelarangan ekspor mineral bahan baku mentah sejalan dengan kebijakan hilirasi industri pertambangan, merupakan salah satu penyebab utamanya. Di lain pihak, impor bahan bakar minyak membengkak seiring dengan melambungnya konsumsi di dalam negeri, sementara produksi minyak terus turun.

Kebijakan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia terutama melalui kenaikan suku bunga dan pengetatan penyaluran kredit, serta meningkatnya ketidakpastian politik sejalan dengan diselenggarakannya pemilihan umum, memberikan dampak pada menurunnya aktivitas bisnis secara nyata. Pemerintah bahkan juga melakukan pengetatan fiskal melalui pengurangan belanja negara, meskipun selama 8 tahun terakhir penyerapan anggaran masih kurang efektif, dengan sisa lebih anggaran yang cukup besar tiap tahunnya.

Di lain pihak, kondisi perekonomian global juga masih cukup rapuh meskipun mulai menunjukkan perbaikan. Meskipun AS dan UK mulai menunjukkan perbaikan ekonomi, tetapi sebagian besar negara maju masih berjuang untuk kembali meningkatkan aktivitas ekonominya. Di Tiongkok, meski ekspor membaik, tetapi konsumsi domestik masih cukup lemah. Sementara Jepang mengalami kontraksi setelah peningkatan pajak penjualan.

Perkembangan nilai beli asing bersih dan kapitalisasi IHSG

                               Sumber: BEI

Optimisme di Pasar Modal

Meski sepertinya banyak tantangan bagi ekonomi Indonesia di tahun ini, investasi asing bersih yang masuk ke pasar saham sampai akhir Juli 2014 telah mencapai lebih dari Rp55 triliun. Pada tahun ini, meskipun kebijakan tapering off The Fed AS benar-benar dilakukan sejak awal tahun, suku bunga acuan BI telah naik menjadi 7,5%, dan berlangsungnya pesta politik, IHSG tumbuh hampir mencapai 20% ytd di akhir Juli 2014.

Setelah pengumuman pemenang pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), IHSG terus diperdagangkan di atas 5.000, meskipun keputusan final masih harus menunggu persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Harapan kepada Pemerintah baru yang akan melakukan reformasi ekonomi yang lebih terstruktur, masih menjaga optimisme hingga saat ini.

Perkembangan positif juga ditunjukkan di pasar obligasi. Hingga semester I-2014, volume perdagangan obligasi pemerintah naik 44% yoy. Bahkan minat investor asing terhadap surat utang pemerintah Indonesia terus meningkat. Di awal Agustus, rasio kepemilikan asing mencatatkan rekor tertinggi mencapai 37%.

Mendorong Pertumbuhan

Optimisme yang terefleksi di pasar modal, diharapkan dapat terwujud melalui program-progam nyata penguatan ekonomi domestik oleh Pemerintah baru. Dalam upaya penguatan ekonomi, belajar dari kasus Argentina dan Italia, paling tidak Pemerintah perlu memberikan perhatian pada pemberantasan korupsi, kepastian politik, kepastian hukum, dan penguatan sistem keuangan.

Lebih lanjut, tiga hal utama yang menurut kami perlu mendapat perhatian segera oleh Pemerintah baru untuk mendorong pertumbuhan adalah i) pengurangan subsidi energi, ii) intensifikasi pembangunan infrastruktur, dan iii) peningkatan investasi. Dengan subsidi energi sudah terlalu tinggi, mencapai 18% APBN, ketergantungan terhadap konsumsi minyak perlu dikurangi, dan diversifikasi kepada sumber energi lainnya yang lebih murah.

Intensifikasi pembangunan infrastruktur seperti jalan, pembangkit listrik, pelabuhan, bandara, dan rel kereta, sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan. Konektivitas antar wilayah di Indonesia menjadi sangat penting untuk menstimulus ekonomi. Untuk hal ini realisasi program Masterplan Percepatan Perluasan perlu dipercepat. Masuknya Indonesia sebagai 10 besar ekonomi dunia, dapat dimanfaatkan untuk mendorong peran investasi bagi pertumbuhan. Untuk hal ini, kondusivitas iklim investasi dan iklim bisnis dalam negeri perlu ditingkatkan.

Perkembangan pasar modal sangat berhubungan dengan fundamental perekonomian Indonesia. Secara resiprokal, pasar modal yang maju, tentunya juga akan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian. Saat ini IHSG terus berusaha mencatatkan rekor tertingginya sepanjang sejarah dan kami perkirakan hingga akhir tahun dapat menembus 5.300. Bahkan, bukan tidak mungkin IHSG akan terus terbang lebih tinggi bila fundamental ekonomi Indonesia menjadi semakin kuat.



Ekonomi Indonesia di kuartal II 2014 tumbuh terendah dalam hampir lima tahun terakhir, hanya 5,12% yoy. Dalam dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung terus menurun. Penurunan nilai eskpor ekspor seiring dengan melemahnya pasar global dan pelarangan ekspor mineral bahan baku mentah sejalan dengan kebijakan hilirasi industri pertambangan, merupakan salah satu penyebab utamanya. Di lain pihak, impor bahan bakar minyak membengkak seiring dengan melambungnya konsumsi di dalam negeri, sementara produksi minyak terus turun.

Kebijakan pengetatan moneter oleh Bank Indonesia terutama melalui kenaikan suku bunga dan pengetatan penyaluran kredit, serta meningkatnya ketidakpastian politik sejalan dengan diselenggarakannya pemilihan umum, memberikan dampak pada menurunnya aktivitas bisnis secara nyata. Pemerintah bahkan juga melakukan pengetatan fiskal melalui pengurangan belanja negara, meskipun selama 8 tahun terakhir penyerapan anggaran masih kurang efektif, dengan sisa lebih anggaran yang cukup besar tiap tahunnya.

Di lain pihak, kondisi perekonomian global juga masih cukup rapuh meskipun mulai menunjukkan perbaikan. Meskipun AS dan UK mulai menunjukkan perbaikan ekonomi, tetapi sebagian besar negara maju masih berjuang untuk kembali meningkatkan aktivitas ekonominya. Di Tiongkok, meski ekspor membaik, tetapi konsumsi domestik masih cukup lemah. Sementara Jepang mengalami kontraksi setelah peningkatan pajak penjualan.

Optimisme di Pasar Modal

Meski sepertinya banyak tantangan bagi ekonomi Indonesia di tahun ini, investasi asing bersih yang masuk ke pasar saham sampai akhir Juli 2014 telah mencapai lebih dari Rp55 triliun. Pada tahun ini, meskipun kebijakan tapering off The Fed AS benar-benar dilakukan sejak awal tahun, suku bunga acuan BI telah naik menjadi 7,5%, dan berlangsungnya pesta politik, IHSG tumbuh hampir mencapai 20% ytd di akhir Juli 2014.

Setelah pengumuman pemenang pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), IHSG terus diperdagangkan di atas 5.000, meskipun keputusan final masih harus menunggu persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Harapan kepada Pemerintah baru yang akan melakukan reformasi ekonomi yang lebih terstruktur, masih menjaga optimisme hingga saat ini.

Perkembangan positif juga ditunjukkan di pasar obligasi. Hingga semester I-2014, volume perdagangan obligasi pemerintah naik 44% yoy. Bahkan minat investor asing terhadap surat utang pemerintah Indonesia terus meningkat. Di awal Agustus, rasio kepemilikan asing mencatatkan rekor tertinggi mencapai 37%.

Mendorong Pertumbuhan

Optimisme yang terefleksi di pasar modal, diharapkan dapat terwujud melalui program-progam nyata penguatan ekonomi domestik oleh Pemerintah baru. Dalam upaya penguatan ekonomi, belajar dari kasus Argentina dan Italia, paling tidak Pemerintah perlu memberikan perhatian pada pemberantasan korupsi, kepastian politik, kepastian hukum, dan penguatan sistem keuangan.

Lebih lanjut, tiga hal utama yang menurut kami perlu mendapat perhatian segera oleh Pemerintah baru untuk mendorong pertumbuhan adalah i) pengurangan subsidi energi, ii) intensifikasi pembangunan infrastruktur, dan iii) peningkatan investasi. Dengan subsidi energi sudah terlalu tinggi, mencapai 18% APBN, ketergantungan terhadap konsumsi minyak perlu dikurangi, dan diversifikasi kepada sumber energi lainnya yang lebih murah.

Intensifikasi pembangunan infrastruktur seperti jalan, pembangkit listrik, pelabuhan, bandara, dan rel kereta, sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan. Konektivitas antar wilayah di Indonesia menjadi sangat penting untuk menstimulus ekonomi. Untuk hal ini realisasi program Masterplan Percepatan Perluasan perlu dipercepat. Masuknya Indonesia sebagai 10 besar ekonomi dunia, dapat dimanfaatkan untuk mendorong peran investasi bagi pertumbuhan. Untuk hal ini, kondusivitas iklim investasi dan iklim bisnis dalam negeri perlu ditingkatkan.

Perkembangan pasar modal sangat berhubungan dengan fundamental perekonomian Indonesia. Secara resiprokal, pasar modal yang maju, tentunya juga akan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian. Saat ini IHSG terus berusaha mencatatkan rekor tertingginya sepanjang sejarah dan kami perkirakan hingga akhir tahun dapat menembus 5.300. Bahkan, bukan tidak mungkin IHSG akan terus terbang lebih tinggi bila fundamental ekonomi Indonesia menjadi semakin kuat.


Guntur Tri Hariyanto, CSA
PEFINDO Newsletter, Agustus 2014

Thursday, January 22, 2015

Pefindo proyeksikan prospek Catur Sentosa positif



ekbis.sindonews.com,  Dana Aditiasari
Senin,  24 Maret 2014  −  15:47 WIB


Sindonews.com - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan bahwa PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) sebagai perusahaan distribusi dan logistik serta ritel modern bahan bangunan pada tahun ini memiliki prospek positif didukung tetap tumbuhnya industri properti.

Analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto menilai, meski industri properti pada tahun ini menghadapi kompetisi ketat, di mana pertumbuhannya diperkirakan hanya sekitar 10 persen, namun kondisi tersebut hanya bersifat sementara.

"Pertumbuhan industri properti akan kembali rebound, terutama mengingat bahwa backlog perumahan di Indonesia diperkirakan mencapai 15 juta unit tahun ini," kata dia dalam risetnya, Senin (24/3/2014).

Sejalan dengan prospek industri properti itu, dia memperkirakan permintaan cat dan ubin keramik akan melemah. Kendati demikian, permintaan masih berpeluang naik didukung perekonomian Indonesia yang terus tumbuh.

Di samping itu, kegiatan pemilihan umum (pemilu) diharapkan mampu menopang penjualan barang konsumen. Berdasarkan survei Bank Indoensia (BI), konsumsi rumah tangga pada kuartal IV tahun lalu tetap kuat, dengan indeks penjualan ritel naik 27 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya di tengah tingginya inflasi. Sementara penjualan ritel modern nasional diperkirakan juga meningkat sekitar 10 persen menjadi Rp163 triliun.

Meningkatnya jumlah penduduk usia muda dengan kelas menengah, yang diperkirakan akan tumbuh 10 persen setiap tahunnya secara rata-rata hingga 2016 akan mendorong belanja konsumen lebih cepat. Pada saat yang sama, pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti jalan, bandara, pelabuhan, rel kereta, pembangkit listrik dan lainnya, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, begitu juga pertumbuhan CSAP.

"Bisnis perusahaan telah menunjukkan perkembangan yang baik dan kami optimis untuk prospek CSAP ke depannya," ujar dia.

Pada kuartal III/2013 di tengah banyaknya tantangan ekonomi, pertumbuhan pendapatan CSAP sebesar 28 persen melebihi perkiraan Pefindo. Melihat capaian itu, Pefindo merevisi target pendapatan untuk CSAP pada tahun ini menjadi Rp7,8 triliun, meningkat dibanding proyeksi pendapatan akhir tahun lalu senilai Rp6,41 triliun.

Adapun, laba bersih tahun ini diprediksi bisa mencapai Rp132 miliar atau meningkat 32 persen dibanding proyeksi akhir tahun lalu senilai Rp100 miliar. Sementara target harga saham CSAP berada di kisaran Rp396-464 per saham.


(rna)

Kinerja Menurun, GDST Disarankan Dagang Baja di Dalam Negeri




economy.okezone.com, Petrus Paulus Lelyemin

JAKARTA - PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) tercatat menurun kinerja ekspornya pada tahun 2013. Penjualan ekspor GDST 2013 tercatat turun 89 persen year on year (yoy) setelah penurunan tahun 2012 yang mencapai 64 persen yoy.

Analis Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Guntur Tri Hariyanto mengungkapkan, perusahaan baja tersebut perlu segera mengubah strategi dengan berfokus pada pasar dalam negeri yang terus bertumbuh.

"Strategi untuk beralih fokus ke pasar domestik adalah pilihan yang tepat," tutur Guntur dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/4/2014).

Dia menjelasikan, pasar dalam negeri terus bertumbuh dengan pesat dengan perolehan 27 persen yoy, meskipun sempat melambat pada tahun 2012 pada level 40 persen yoy.

Pefindo sendiri mencatat, papar Guntur, pada tahun 2013, marjin harga pokok produksi (HPP) GDST menurun akibat melemahnya harga baja karena lingkungan HPP yang ketat di tahun sebelumnya.

"Marjin HPP GDST turun menjadi 85,3 persen di kuartal ketiga tahun 2013 dibandingkan 90,8 persen di kuartal ketiga 2013, yang menyebabkan margin laba kotor meningkat 39 persen" terangnya.

Menurut Guntur, penurunan penjualan ekspor telah menyebabkan beban transportasi ekspor turun sehingga menyebabkan beban penjualan turun 40 persen. Ini mengakibatkan laba bersih di 9M13 yang melebihi laba bersih 2012.

"Pada periode tersebut juga mencatat marjin laba bersih yang lebih baik sebesar 5,1 persen dibandingkan dengan hanya 2,8 persen pada tahun 2012," pungkasnya.
(rzk)

Sunday, January 11, 2015

Konsumsi baja domestik kuat, GDST berprospek positif



http://ekbis.sindonews.com/   J Erna
Jum'at,  14 Maret 2014  −  15:54 WIB



TRIBUNNEWSBATAM.COM, JAKARTA- Harga batubara semakin tertekan seiring perlambatan perekonomian China. Harga emas hitam ini anjlok ke level terendahnya selama lima tahun terakhir.
Data Bloomberg menunjukkan, Selasa (11/3), harga batubara untuk kontrak pengiriman Mei 2014 di Bursa ICE Futures naik tipis 1,60% dari hari sebelumnya menjadi US$ 72,75 per metrik ton (MT). Ini merupakan harga terendah sejak Maret 2009. Bahkan, sejak akhir tahun 2013 harganya sudah terpangkas sebesar 13,64%. Harga batubara juga sempat mencapai level terendah di 71,60 per metrik ton (MT) (10/3).

Analis PT Megagrowth Futures, Wahyu Tribowo Laksono memperikan harga batubara masih akan terus tertekan hingga akhir kuartal pertama 2014. "Batubara kini oversold dan berpotensi hingga ke level US$ 70.00 per metrik ton," kata Wahyu

Pemicu utama melemahnya harga batubara, selain permintaan yang minim juga disebabkan oleh perlambatan perekonomian China. Asal tahu saja, Negeri Panda ini adalah importir terbesar batubara di dunia. Beberapa bulan lalu China juga mengurangi pembangunan pembangkit listrik berbasis batubara, dan mengalihkan ke energi yang lebih bersih, seperti air, angin, dan nuklir. Di sisi lain, China masih memiliki stok batubara yang cukup banyak. "Karena hal tersebut, permintaan batubara kian merosot," imbuh Wahyu.

Sementara, analis PT Pefindo, Guntur Tri Hariyanto mengatakan melemahnya harga batubara saat ini disebabkan rilis data ekspor China pada Februari 2014 turun 18%. Terlebih terdapat indikasi bahwa angka ekspor tahun lalu yang fiktif, yang membuat keraguan akan kemampuan Cina untuk dapat memenuhi target pertumbuhan ekonominya sebesar 7,5%. Dengan demikian, ada kekhawatiran penurunan konsumsi batubara yang signifikan di China.

Secara teknikal, Wahyu bilang harga saat ini sedang mengalami jenuh jual (oversold). Hal itu terlihat dari indikator relative strenght index (RSI) menginjak level 36,7% dan stochastick sudah di level 28,5% yang berarti akan rebound terbatas. Sedangkan, indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area negatif, minus 1,5. Adapun harga bergerak di bawah moving average (MA) 50 (72.00), MA 100 (80.00) dan MA 200 (80.90).

Wahyu memprediksi harga batubara akan cenderung konsolidasi di kisaran US$ 70-US$ 75 per ton dalam sepekan. Adapun, hingga akhir kuartal pertama tahun ini, harga batubara akan bergulir di US$ 68- US$ 77 per MT. Sedangkan, Guntur memprediksi harga sepekan ke depan di kisaran US$ 72-74 per ton. Dan hingga akhir kuartal pertama tahun ini, batubara bergulir di US$ 72-US$ 75 per ton.