Wednesday, February 19, 2014

Meyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN?




Di akhir tahun 2015 mendatang, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan diterapkan sebagaimana telah didahului oleh kesepakatan negara-negara ASEAN di tahun 2004 silam, atau kurang lebih 10 tahun lalu. Dalam kurun waktu satu dekade itu, Indonesia masih belum sepenuhnya siap untuk menghadapi MEA. Seperti digambarkan oleh sikap pesimis Pemerintah tentang kesiapan Indonesia.

Pemerintah berencana hanya akan membuka sejumlah sektor yang dianggap siap, dan berusaha untuk "melindungi" sektor-sektor yang dianggap belum siap. Berdasarkan ukuran kesiapan yang disampaikan Pemerintah, kesiapan Indonesia hanya sekitar 80an%. Meskipun Pemerintah mengklaim bahwa pencapaian Indonesia di atas rata-rata seluruh negara, namun menjadi keprihatinan bahwa pada kenyataannya daya saing ekonomi dan bisnis negara kita masih meragukan untuk berkompetisi dengaan negara-negara tetangga.

Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang besar, pasar yang besar, dan populasi tenaga kerja muda yang besar pula. Namun demikian, banyak sekali memang pembangunan di hampir semua sektor kita begitu lemah. Terutama misalnya kita lihat pada sektor pendidikan baik formal maupun informal yang diharapkan akan menjadi sumber penghasil tenaga kerja terdidik dan memiliki keterampilan yang tinggi. Lainnya adalah pembangunan infrastruktur yang begitu lemah yang menyebabkan konektivitas, integrasi, dan perkembangan ekonomi masyarakat terhambat serta cenderung terpusat di wilayah tertentu.

Pada dasarnya MEA bersifat sukarela dan hanya akan berjalan apabila ada dua negara yang melakukan kesepakatan di salah satu dari lima pilar. Walau demikian, momentum ini sebenarnya dapat digunakan oleh Indonesia untuk terus membenahi berbagai hal yang lemah dan memperkuat hal-hal yang telah menjadi daya saing utama sejak lama.

Tetapi bila berkaca pada sektor agribisnis, dimana Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia memiliki tingkat produktifitas lahan yang jauh lebih rendah dari Malaysia, industri hilir CPO pun jauh tertinggal di belakang. Kemudian hilirisasi di sektor tambang pun baru mulai digalakkan dan prosesnya pun masih tersendat-sendat. Lainnya, nilai neraca perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN justru mengalami defisit sejak tahun 2012 yang memberikan gambaran lemahnya daya saing produk dan jasa Indonesia walau hanya di tingkat regional.

Berkaca pada kenyataan seperti yang telah disebutkan, saya mengajak untuk semua pihak ikut berperan serta dalam memperkuat daya saing bangsa kita. Apabila setiap individu, perusahaan, organisasi, dan semua komponen masyarakat secara aktif melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas diri, tentunya hal tersebut dapat berkontribusi bagi peningkatan daya saing negara. Walau tentunya peran Pemerintah akan sangat signifikan bagi hal ini, terlebih bila terkait dengan kebijakan dan peraturan. Semoga dengan keaktifan seluruh komponen masyarkat, Pemerintah dapat termotivasi untuk ikut mendukung dan mendorong iklim yang lebih kondusif bagi peningkatan kemampuan bangsa untuk dapat berkompetisi dan berprestasi di kancah global.

Oleh: Guntur Tri Hariyanto

Monday, February 3, 2014

Mengkilatnya Prospek Lautan Luas



imq21.com, 30 Jan 2014 10:34 WIB

IMQ, Jakarta —  Melalui model bisnis yang terintegrasi, PT Lautan Luas Tbk (LTLS) terus mengembangkan bisnisnya ke seluruh penjuru negeri sebagai pemain regional yang terkemuka dalam hal distribusi dan manufaktur bahan kimia dasar dan khusus.

Bisnis perusahaan saat ini sudah tersebar tidak hanya di Indonesia, tapi juga diluar negeri seperti China, Thailand dan Vietnam yang berkoordinasi dengan kantor pusat urusan regional yang berbasis di Singapura.

Didirikan pada tahun 1951 portofolio perusahaan saat ini mencakup jenis produk kimia yang sangat beragam dan banyak produknya yang memiliki posisi dominan di pasar. Melayani berbagai segmen industri selaras dengan aplikasi bahan kimia yang luas juga melindungi LTLS dari volatilitas dalam industri tertentu.

Dalam 10 tahun terakhir, perseroan telah mendirikan lima fasilitas produksi di Indonesia dan luar negeri, di mana yang terbaru adalah fasilitas produksi PT Lautan Natural Krimerindo (LNK) yang menghasilkan non-dairy creamer.

LTLS juga telah berhasil mengubah divisi logistik menjadi anak usaha yang independen setelah merestrukturisasi divisi tersebut pada 2001 dan bisnisnya telah berkembang pesat. Bisnis logistik saat ini telah menghasilkan pendapatan lebih dari Rp400 miliar dan terus bertumbuh.

Hal tersebut mendorong pendapatan LTLS terus bertumbuh dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan (Compound Annual Growth Rate/CAGR) 18% selama empat tahun terakhir.

Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Guntur Tri Hariyanto dalam risetnya mengungkapkan berdasarkan estimasi pihaknya optimis LTLS dapat mempertahankan pertumbuhan pendapatan yang menguntungkan sebesar CAGR 13% sepanjang 2013-2016.

"Penghapusan high-speed diesel dari portofolio produk LTLS menguntungkan marjin laba kotor perusahaan, naik menjadi 15,3% pada kuartal III-2013 dari hanya 13,2% pada 2012," terangnya.

Guntur juga memprediksi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) perseroan akan menjadi lebih kuat di tahun-tahun mendatang, sehingga LTLS diperkirakan akan mengalami peningkatan rasio EBITDA to net-interest mencapai lebih dari 5,0x pada 2015.

Dari hal tersebut analis menilai harga saham untuk 12 bulan akan berada pada posisi Rp1.635– Rp2.000 per saham. 
Author: Irwen Azhari

Saturday, February 1, 2014

Bisnis Papercore dan Distribusi Kimia yang Menjanjikan


imq21.com, 30 Sep 2013 05:09 WIB 


IMQ, Jakarta —  Ekonomi global masih dibayangi oleh melemahnya permintaan terutama dari pasar berkembang dan resesi Eropa yang berlarut-larut.

Perekonomian Indonesia, di sisi lain, mengalami kesulitan memenuhi target pertumbuhan tahun ini disebabkan melebarnya defisit neraca berjalan dan tingginya inflasi.

IMF telah merevisi turun proyeksi ekonomi global akibat melambatnya permintaan domestik dan kredit di pasar berkembang utama, seperti China dan India, berlarut-larut resesi di zona Eropa, dan kuatnya kontraksi fiskal di Amerika Serikat.

Pada saat yang sama, perekonomian Indonesia berjuang untuk tumbuh lebih dari 6% tahun ini, sebagai akibat dari melebarnya defisit transaksi berjalan, meskipun defisit impor minyak diperkirakan menurun dan neraca keuangan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif.

Selain itu, inflasi yang tinggi sekitar 8,9% pada Agustus 2013 akan diikuti oleh kenaikan suku bunga dan meningkatnya biaya tenaga kerja dan listrik akan memberikan tekanan pada profitabilitas.

Meskipun terjadi penyusutan permintaan di AS dan Eropa sekitar 70-75% ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT), Pefindo memperkirakan ekspor industri ini masih akan bertumbuh sekitar CAGR 9% selama 2009-2013. Terpuruknya tekstil Bangladesh juga akan menguntungkan ekspor TPT Indonesia.

Lebih lanjut, pemerintah telah menyalurkan sekitar Rp552 miliar sejak 2010 hingga semester pertama tahun ini untuk program revitalisasi mesin industri TPT dan industri alas kaki, sehingga Pefindo percaya akan meningkatkan daya saing dan output industri-industri tersebut.

Selain itu, permintaan properti residensial di Indonesia dengan jumlah 800.000 unit atau hampir dua kali lipat kapasitas pasokan pengembang. Diperkirakan bahwa properti komersial akan tumbuh 200% sepanjang 2011-2021 dengan total kontribusi properti Indonesia mencapai 2,5% pasar global.

Khusus untuk Jakarta, tahun ini mendapat predikat kota paling menguntungkan baik untuk investasi maupun pengembangan properti. Selain itu, tumbuhnya harga perubahan hige-end di Jakarta merupakan yang tertinggi di Asia Pasifik pada kuartal dua tahun ini.

Penjualan mobil domestik mencapai 1,1 juta unit pada 2012. Pasar ASEAN diperkirakan menjadi pasar otomotif terbesar kelima di dunia dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sekitar 5,8%. Sejalan dengan perkembangan ini, pasar mobil Indonesia diperkirakan mencapai penjualan lebih dari dua juta unit per tahun pada 2019.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan akan terdapat lebih banyak investasi di industri otomatis untuk melayani permintaan domestik," kata analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto.

Pasar kimia global diperkirakan akan tumbuh sekitar 4-5% per tahun secara rata-rata sampai dengan 2015, dengan pasar Asia yang mengalami tingkat pertumbuhan paling cepat di sekitar 7%. Sementara itu, konsumsi bahan kimia Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara maju.

Industri kimia merupakan kontributor penting dalam penciptaan nilai tambah untuk industri berukuran besar dan menengah di Indonesia, dan diperkiraan tumbuh sekitar 6-7% per tahun.

Saat ini, PT Alkondi Naratama Tbk (ALDO) sedang mempersiapakan diri memenuhi meningkatnya permintaan dari Indorama pada 2014 mendatang dengan memperbesar kapasitas produksi papertube. Pada tahun ini, manajemen menargetkan peningkatan 5% dalam kapasitas produksi papertube, atau 1.000 ton kapasitas tambahan.

"Kami memperkirakan volume penjualan papertumbe akan menurun 3% pada tahun ini sebagai akibat dari pergeseran dan papertube tipe draw textured yarn ke tipe partially oriented yarn. Namun, kami memperkirakan nilai penjualan akan sedikit meningkat, yang menunjukkan nilai tambah dan struktur biaya yang lebih baik," paparnya.

Papertube ALDO sebagian besar diserap oleh industri benang polyester dan perusahaan pendukung otomotif, seperti perusahaan ban dan jok mobil. Selain papertube, ALDo memiliki bisnis papercore yang secara luas digunakan di industri kemasan fleksibel, terutama kemasan makanan ringan.

Pendapatan papercore tumbuh 35% pada tahun lalu dan diperkirakan bisa tumbuh lebih dari 50% tahun ini, sekalan dengan investasi yang lebih besar untuk peningkatan kapasitas produksi di tahun-tahun sebelumnya.

Tahun ini, ALDO berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi papercore sekitar 31% menjadi 6.800 ton. Perusahaan juga bermaksud terlibat dalam produksi filmcore, yang digunakan untuk kemasan fleksibel, namun memiliki aplikasi yang luas termasuk untuk kertas, kain, dan kertas timah.

ALDO telah berhasil menjadikan Indopoly dan Indofood sebagai pelanggan filmcore.

"Kami memperkirakan bahwa pendapatan papercore akan tumbuh 44% CAGR 2011-2014 dan kontribusinya terhadap total pendapatan akan terus naik menjadi 11% pada tahun depan," urainya.

ALDO juga memiliki bisnis honeycomb, terbuat dari karton berbentuk seperti sarang lebah dengan struktur heksagonal yang memiliki berbagai kualitas unggul seperti lebih kuat, lebih tingan, dan serbaguna. Honeycomb dapat digunakan untuk perabotan, pintu, partisi, kemasan, dan palet kertas.

Saat ini, ALDo merencanakan untuk memasang mesin honeycomb yang lebih terintegrasi pada 2014. Diharapkan dapat mengurangi sampah serta memiliki efisiensi dan keluaran yang lebih tinggi. Untuk tahun ini, rencanana meningkatkan kapasitas produksi menjadi 4.000 ton dari 3.500 ton pada 2012.

"Walaupun demikian, kami memperkirakan pendapatan honeycomb tahun ini akan cenderung sama dengan tahun lalu dan kontribusinya terhadap total pendapatan akan berada di sekitar 5%," kata dia.

Sementara produk 'edge protector' atau produk pendukung hanya berkontribusi kecil terhadap total pendapatan.

Meskipun kondisi ekonomi sedang meredup, Pefindo tetap optimis tentang prospek ALDO dengan mempertimbangkan kuatnya segmen kelas menengah di Indonesia yang terus berkembang, gencarnya pembangunan infrastruktur, dan meningkatnya investasi asing.

Pada semester pertama tahun ini, pertumbuhan perusahaan didukung oleh papercore 56% dan bahan kimia 45%. Mengingat papercore dan bahan kimia kemungkinan terus memberikan pertumbuahn yang kuat dan prospek lainnya tetap positif, maka kinerja perusahaan diperkirakan terus meningkat.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan ALDO akan membukukan pendapatan sekitar Rp338 miliar pada tahun ini dan akan terus mencatat pertumbuhan yang positif dengan CAGR sekitar 16% untuk 2010-2014," ujarnya.

"Dengan melihat meningkatnya permintaan bahan kimia seiring dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi negara ini yang stabil, kami menilai segmen kimia ALDO memiliki prospek yang menjanjikan," terangnya.

Untuk memperkaya portofolio produknya, ALDO berencana melakukan diversifikasi produk ke kimia non tekstil.

Pefindo memperkirakan tingkat utang ALDO akan melanjutkan tren penurunannya sejalan dengan EBITDA yang lebih kuat dari tahun ke tahun. Pada 2012, rasio modal terhadap utang meningkat menjadi 0,8 kali dibandingkan 0,4 kali pada 2010.

"Namun kami memperkirakan rasio menguat ke 0,9 kali pada tahun ini dan target harga Rp750-890," tuturnya.
Author: Susan Silaban