Saturday, July 6, 2013

Melirik Prospek Intiland Development



imq21.com, 3 Jul 2013 10:26 WIB

IMQ, Jakarta —  Kebutuhan properti yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya memberikan ruang bagi emiten properti, PT Intiland Development Tbk (DILD) untuk menggenjot kinerjanya.

Sebagai pengembang, Intiland dikenal inovator dan penggagas trend di industri properti Indonesia, dimana dalam beberapa tahun perseroan mengembangkan banyak gedung yang menjadi ikon nasional diantaranya melalui Intiland Tower dua gedung di Jakarta dan Surabaya yang dirancang oleh Paul Rudolph dan The Regatta, kondominium tepi pantai yang mewah di Pluit, Jakarta Utara dirancang oleh Tom Wright (perancang Burj Al Arab).

Perseroan memiliki portofolio produk properti beragam, termasuk kawasan pemukiman, gedung perkantoran, apartemen, pengelolaan gedung, kawasan industri, serta pengelolaan sarana olah raga dan golf.

Mengalami tahun yang menggembirakan pada 2012, pendapatan emiten Bursa Efek Indonesia berkode saham DILD naik 34% menjadi Rp1,26 triliun.

Meskipun proyek baru mendominasi selama dua tahun terakhir, perseroan memiliki marjin laba kotor yang tetap kompetitif pada tingkat 38% -39%.

Terlebih, marjin laba kotor naik menjadi 47% pada kuartal I-2013 disebabkan oleh melonjaknya bisnis kawasan industri, menandai permulaan dari sebuah fase baru yang menguntungkan bagi perseroan .

Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Guntur Tri Hariyanto dalam risetnya mengungkapkan pihaknya melihat DILD memiliki cadangan lahan yang memadai untuk pertumbuhan di masa depan, dengan saat ini memiliki sekitar 1.900 hektar.

“Terlebih, leverage DILD masih rendah dengan rasio net debt to equity hanya 0,2x,” jelasnya.

Lebih lanjut untuk ekspansi, perseroan merencanakan belanja modal (capex) sekitar Rp1,85 triliun pada tahun ini dan Rp2,61 triliun pada 2014.

“Berfokus pada properti kelas atas dan dengan proyek-proyek baru dan menarik di dalam pipeline, kami memandang DILD memiliki prospek yang cerah di masa depan,” paparnya.

Dari hal tersebut analis memprediksi target harga saham perseroan untuk 12 bulan adalah Rp710- Rp1.040 per lembar saham. 

Menilik Hasil Pengalihan Pasar Gunawan Steel



Bisnis Indonesia, Selasa, 18 Juni 2013
Herdiyan, herdiyan@bisnis.co.id



Harga saham PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) di proyeksikan naik menjadi Rp125-Rp135 tahun ini. Dengan posisi Rp98 per saham pada penutupan Senin (17/6), saatnya jual atau beli?

Didirikan pada 1989, Gunawan Steel baru memulai produksi komersial pada 1993. Perusahaan tersebut menjadi salah satu produsen rolling mill steel plate terkemuka di Asia Tenggara.

Setelah melakukan penggantian motor utama rolling machine pada September 2012, kapasitas produksi perseroan meningkat menjadi 400.000 ton per tahun. Saat ini kapasitas produksinya 480.000 ton per tahun. Secara bertahap, produksi akan ditingkatkan menjadi 550.000 ton per tahun.

Setelah melewati masa sulit tahun lalu, konsumsi baja global tahun inidiproyeksi tumbuh 2,9% dari capaian tahun lalu 1,2%. Menurut World Steel Association, konsumsi baja 2013 berdasarkan apparent steel use akan naik menjadi 1.454 ton dan naik lagi jadi 1.500 ton tahun depan atau tumbuh 3,2%. Di pasar domestik, konsumsi baja tumbuh 7% pada tahun lalu dan di perkirakan akan tumbuh sebesar 8,5%-9,5% di tahun ini. Meskipun konsumsi baja per kapita Indonesia sebesar 44 kg, Indonesia termasuk sa lah satu yang terendah di Asia Tenggara.

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan konsumsi domestik akan meningkat dengan dukungan dari pembangunan sejumlah proyek pemerintah serta ekspansi yang agresif dari sektor properti dan otomotif.

Oleh karena itu, Pefindo menilai strategi perseroan untuk meningkatkan kapasitas produksi sebesar 20% atau setara dengan 480.000 ton per tahun sangat tepat, melihat per tumbuhan industri baja nasional di prediksi sebesar 7% tahun ini.

TUMBUH KONSISTEN

Dengan pandangan tersebut dan ditambah dengan kinerja Gunawan Steel di industri ini, Pefindo optimistis pendapatan perseroan secara tahunan akan tumbuh konsisten sebesar 15% hingga 2015. Pefindo juga membuat beberapa penyesuaian terhadap proyeksi sebelumnya dan menyesuaikan target harga berkisar Rp125-Rp135 per saham. Proyeksi itu didasarkan atas pergeseran segmen pasar dari ekspor ke domestik.

“Kendati begitu, pasar baja lokal diprediksi tetap tumbuh,” tutur analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto.
Sejak awal 2012 Gunawan Steel telah mengubah strategi dengan mengalihkan target pasarnya ke dalam negeri. Hal ini terbukti sukses karena pendapatan Gunawan Steel dari pasar dalam negeri tumbuh 31% menjadi Rp591 miliar pada pertengahan 2012.

Pefindo optimistis pendapatan perseroan akan mulai tumbuh positif sekitar 14% pada tahun ini. Meski begitu, kondisi tahun lalu yang sulit menyebabkan penjualan Gunawan Steel turun 21%, ditandai oleh penurunan ekspor 64%. Koreksi itu pun berlanjut hingga kuartal I 2013, saat penjualan turun 29%.

Untuk mengatasi hal ini, Gunawan Steel berhasil mengalihkan fokus ke pasar domestik hingga membaiknya pasar ekspor. Sepanjang tahun lalu, laba kotor perusahaan turun 45% dan margin kotor turun dari 11,8% menjadi 8,2%.

Perseroan lalu memutuskan tetap menjual produknya meskipun margin keuntungan menurun. Setali tiga uang, akhirnya terjadi rebound di kuartal I 2013. Sejalan dengan peningkatan harga baja akhir tahun lalu, laba kotor perseroan tumbuh 31% dan margin laba kotor naik menjadi 12,6%.

Kendati demikian, laba tahun ini akan terkena dampak penaikan harga harga bahan bakar minyak (BBM) yang berada di kisaran 30%-40%. Akan tetapi, Pefindo yakin Gunawan Steel dapat mengatasinya melalui efisiensi dan penguatan posisinya di pasar domestik.

Sejalan dengan itu, perseroan berencana membangun lini produksi baru dengan kapasitas 1 juta ton pelat baja per tahun, dengan belanja modal US$100 juta. Terletak di sebelah fasilitas produksi saat ini, manajemen memperkirakan proyek itu akan dimulai awal 2014 dan beroperasi komersial 2015.

Atas rencana ekspansi, Pefindo melihat neraca perusahaan tetap kuat, yang tercermin dari rasio lancar 2,0 kali dan rasio debt to equity 0,4 kali. Perseroan diharapkan bisa mempertahankan kondisi tersebut seraya melanjutkan rencana ekspansinya.


Sunday, June 30, 2013

PT Intraco Penta Tbk: Menanti Kebangkitan Harga Batubara



Investor.co.id, Harso Kurniawan | Rabu, 2 Januari 2013 | 15:35

Penjualan alat berat domestik diperkirakan meningkat pada 2013, seiring ekspektasi membaiknya harga batubara dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Suku bunga kredit yang rendah dan melonjaknya realisasi investasi juga menjadi katalis kuat pertumbuhan penjualan alat berat.

SEBAGAI salah satu pemain alat berat domestik, PT Intraco Penta Tbk (INTA) diyakini dapat memanfaatkan peluang itu. Distributor alat berat merek Volvo, Bobcat, Ingersoll-Rand, SDLG, Mahindra, dan Sinotruk itu diprediksi mampu  menuai kinerja positif sepanjang tahun ini.

Berdasarkan kalkulasi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), sepanjang 2011-2016, rata-rata pertumbuhan per tahun (CAGR) pendapatan Intraco diproyeksikan mencapai 15%. Hal itu tentunya dapat berdampak positif terhadap saham Intraco berkode INTA.

Guntur Tri Hariyanto, analis Pefindo, menyatakan, harga batubara tahun lalu anjlok hingga 40%. Hal itu dipicu perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Imbasnya, penjualan alat berat domestik merosot tajam.

Per September 2012, volume penjualan hanya mencapai 71% dari total penjualan selama 2011. Sampai akhir 2012, penjualan alat berat diperkirakan turun.

Selama ini, alat berat digunakan untuk menambang batubara. Ketika harga batubara merosot, perusahaan tambang batubara menurunkan volume produksi, sehingga permintaan alat berat berkurang. “Penurunan harga batubara dibarengi dengan depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Sejak akhir Agustus 2012, nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.500 per dolar AS,” tulis Guntur dalam laporan risetnya, belum lama ini.

Meski begitu, dia menyatakan, ekspektasi membaiknya perekonomian Eropa, AS, dan negara maju lainnya diharapkan mampu mengurangi tekanan terhadap harga batubara.  Nilai tukar rupiah pun diperkirakan menguat tahun ini.

Dia memperkirakan harga batubara naik moderat ke level US$ 100-105 per ton selama 2013. Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan menguat menjadi berkisar Rp 9.200-9.300 per dolar AS.

“Kami percaya kondisi tersebut akan mendorong penjualan alat berat pada 2013,” kata Guntur.

Di tengah tren penurunan industri pertambangan, Intraco mampu menghindari kemerosotan kinerja keuangan. Per September 2012, pendapatan stabil, yakni Rp 2,07 triliun. Namun, laba bersih anjlok 54% menjadi Rp 31 miliar, dibandingkan periode sama 2011 Rp 68 miliar.

Mempertimbangkan kinerja selama sembilan bulan 2012, Guntur perkirakan perseroan dapat membukukan total pendapatan sekitar Rp 3,05 triliun atau tumbuh 1,5% dari 2011 Rp 2,06 triliun.

Pendapatan Intraco masih bisa positif, karena dibantu segmen usaha penjualan suku cadang, pemeliharaan, dan pembiayaan alat berat. Segmen itu diperkirakan bertumbuh 10%, sedangkan pendapatan perdagangan alat berat ditaksir terpangkas 2%.

Selanjutnya pada 2013, Guntur menaksir pendapatan Intraco tumbuh 21% menjadi Rp 3,69 triliun. Laba bersih ditaksir melonjak 74% menjadi Rp 134 miliar.
Intraco Penta menargetkan penjualan alat berat pada 2012 mencapai 1.900 unit atau meningkat 20% dibandingkan 2011 sebanyak 1.585 unit.

Intraco menerapkan model bisnis yang terintegrasi. Perseroan merangsek ke bisnis yang ada kaitannya dengan alat berat. Saat ini, perseroan dan sejumlah anak perusahaannya bergerak di sektor pembiayaan (termasuk pembiayaan syariah) dan perdagangan alat berat, distribusi, sewa, manufaktur, kontraktor pertambangan, dan bisnis batubara.

Intraco Penta berniat mengakuisisi tambang batubara di Kalimantan Timur pada 2012. Perseroan telah membentuk anak usaha bidang tambang batubara, PT INTA Resources. Namun, rencana itu dibatalkan, menyusul amblesnya harga batubara.

Perseroan mengelola 44 jaringan distribusi yang tersebar di Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 2.300 orang. Pada 2011, perseroan mencatat sejarah baru dengan mencetak pendapatan Rp 3 triliun dan aset Rp 3,7 triliun, tumbuh masing-masing 64% dan 129%.

“Di masa yang akan datang, kami berharap perseroan dapat terus tumbuh dengan laju yang baik, dengan didukung oleh model bisnis terintegrasi. Melalui strategi itu, Intraco dapat memberikan one stop business solution kepada pelanggannya,” kata Guntur.

Pefindo menetapkan target harga saham INTA berkisar Rp 520- ...
Baca selengkapnya di Investor Daily versi digital di http://www.investor.co.id/pages/investordailyku/paidsubscription.php

Saturday, June 29, 2013

Kinerja Emiten Batu Bara Masih Bisa Membaik



Medanbisnisdaily.com, Senin, 06 Mei 2013 06:27 WIB

 MedanBisnis – Jakarta. Kinerja keuangan emiten perusahaan pertambangan, khususnya batu bara diperkirakan pada tahun ini masih bisa membaik. Meskipun, harga batu bara dan ekonomi negara tujuan ekspor masih belum stabil.
Analis Pefindo, Guntur Tri Hariyanto mengatakan, tidak cemerlangnya laba perusahaan batu bara bukan saja karena harganya yang mengalami penurunan, tetapi permintaannya juga menurun.
"China merupakan tujuan ekspor batu bara terbesar bagi perusahaan batu bara di Indonesia, karena perekonomian di sana masih belum stabil," kata Guntur di Jakarta, Minggu (5/5).

Menurut dia, harga batu bara diperkirakan akan membaik di kuartal tiga atau empat pada tahun ini. Namun, kenaikan harga tersebut tidak seperti di tahun sebelumnya.

"Yang jelas, awal tahun 2014 harga batu bara sudah bisa membaik, dengan didukung perekonomian negara tujuan ekspor batu bara juga ikut stabil," ungkap Guntur.

Diketahui, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) salah satu emiten pertambangan batu bara membukukan laba bersih turun 66% menjadi US$ 41,6 juta pada kuartal pertama 2013 dari periode sama tahun sebelumnya US$ 121,8 juta. Harga jual rerata turun 18% (yoy) pada kuartal pertama 2013. Hal itu karena pengaruh melemahnya indeks harga batu bara global. (inh)

Tiga Pilar Lipat Gandakan Produksi Beras



Koran-jakarta.com, Rabu, 17 April 2013
JAKARTA – PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) memastikan bakal mendongkrak produksi beras hingga dua kali lipat menjadi 480 ribu ton sepanjang tahun 2013 ini. Bisnis beras memang menjadi kontributor terbesar bagi bisnis perseroan, selain produksi makanan dan minyak sawit mentah.

Dari total belanja modal sebesar 808,9 miliar rupiah, jatah untuk produksi beras mencapai 369,5 miliar rupiah atau sebesar 45,68 persen dari capital expenditure tersebut. Realisasi produksi tahun lalu sebesar 240 ribu ton.

Demi mencapai raihan produksi beras yang dibidik, perseroan tengah membangun dua pabrik penggilingan beras di Jawa tengah. Rencananya, dua pabrik itu dapat dioptimalisasi penggunaannya tahun ini. "Total produksi pada tahun ini jadi 480 ribu ton per tahun," kata Presiden Direktur Perseroan, Joko Mokoginta, dalam paparan publik, Selasa (16/4).

Sementara itu, untuk produksi makanan, perseroan menganggarkan dana sebesar 136,4 miliar rupiah. Perseroan bakal mengembangkan produk yang telah ada maupun produk anyar. Beberapa merek andalan perseroan, antara lain makanan ringan Taro, Mie Kremez, dan mie kering Dua Telor.

Di sayap usaha minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), belanja modal yang disiapkan 303 miliar rupiah siap digelontorkan dari kantong internal untuk penambahan lahan tertanam seluas 7,7 ribu hektare (ha).

Tiga Pilar juga berencana mengakuisisi lahan baru untuk mendorong produktivitas CPO, namun perseroan belum bersedia memaparkan. Total konsesi lahan perkebunan kelapa sawit milik perseroan saat ini adalah seluas 93 ribu ha.

Perseroan juga akan melakukan penyesuaian harga basic food sebesar 5 persen karena adanya kenaikan upah pekerja, tarif dasar listrik dan kenaikan harga bahan baku. "Adjusment-nya baru akan dilaksanakan bulan depan," tambah Joko.

Omzet Rp5 Triliun
Perseroan menargetkan akan dapat meraih pendapatan pada tahun ini sebesar 5 triliun rupiah. Jika terwujud, Tiga Pilar mencetak pertumbuhan signifikan sebesar 85,19 persen dari capaian 2012 yang mencapai 2,75 triliun rupiah.

"Target laba sebesar 300 miliar rupiah untuk tahun ini," tambah Joko. Tahun lalu, perseroan mencetak keuntungan sebesar 211,2 miliar rupiah alias di tahun ini pertumbuhan yang diincar sebesar 42,05 persen.

Komposisinya, sebesar 2,8 triliun rupiah yang dihasilkan dari beras (56 persen), 2 triliun rupiah dari produksi makanan (40 persen), dan sisanya sebesar 200 miliar rupiah berasal dari hasil perkebunan kelapa sawit (4 persen).

Selain itu, perseroan mematok target angka dari hasil ekspor makanan ringan sebesar 200 miliar rupiah. Tiga Pilar Sejahtera akan merambah ke Eropa dan Timur Tengah tahun ini guna memperluas distribusi. Sejauh ini pasar yang digarap ialah AS dan Australia.

Analis dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Guntur Tri Hariyanto, mengatakan prospek bisnis emiten produsen makanan masih bagus di tahun ini, terutama Tiga Pilar Sejahtera. Dia juga meramalkan bahwa pertumbuhan emiten produsen makanan normalnya tumbuh 15 sampai 20 persen. "Untuk Tiga Pilar harusnya bisa tumbuh di atas itu," tambahnya.

Bisnis utama perseroan yang bergerak di bidang beras sebagai makanan pokok dan makanan ringan menjadi penopang keyakinan bakal terus melajunya kinerja Tiga Pilar. Mengenai rencana ekspansi ke regional lain, Guntur juga mengatakan ini adalah langkah positif dalam diversifikasi raihan pendapatan.

Dia juga menilai pelaku pasar modal juga menunjukkan kepercayaan terhadap geliat bisnis perseroan. "Reaksi positif masih didapatkan perseroan, hal ini terlihat dengan pertumbuhan harga saham yang saat ini menyentuh harga 1.300 rupiah. Melihat tren beberapa waku terakhir, harga saham cenderung naik, biasanya tidak sampai 1.000 rupiah, namun saat ini mencapai 1.300 rupiah. Artinya, pasar melihat yang dilakukan Tiga Pilar Sejahtera memiliki potensi yang baik," pungkasnya. git/e-7