Friday, June 25, 2010

Prinsip Investasi dan Strategi Barbell

Tulisan ini dipublikasikan pada Majalah Lifestyle Asuransi ACA, edisi bulan Juni 2010




Berinvestasi memerlukan prinsip-prinsip yang perlu dipegang teguh oleh investor. Berbagai penelitian terhadap investor-investor sukses, semua dari mereka selalu memegang teguh prinsipnya. Setidaknya ada tiga prinsip mendasar dalam investasi yang sangat penting untuk menjadi landasan dalam cara berpikir dan bertindak. Pertama, capital preservation atau perlindungan terhadap modal, yaitu mempertahankan apa yang telah dimiliki. Prinsip ini sangat mendasar bagi seluruh aktivitas investasi.

Seperti yang dikatakan oleh Warren Buffet: “jangan pernah kehilangan uang”. Jika kita kehilangan 50% modal, maka kita perlu mendapatkan return 100% jika ingin kembali ke modal awal. Sesuatu yang lebih sulit dilakukan. Dengan perlindungan terhadap modal yang menjadi utama, tujuan pertumbuhan aset investasi memiliki dasar yang lebih kokoh.

Kedua, mengelola risiko secara aktif. Risiko bersifat kontektual. Risiko berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan kompetensi (Mark Tier, 2004). Oleh karenanya investor perlu melakukan pembelajaran secara bertahap dan terus menerus sehingga dapat mempertajam kompetensi di bidangnya masing-masing. Apa yang dilakukan pembalap F1 akan tampak sangat berisiko bagi kebanyakan orang, tetapi bagi Michael Schumacher risikonya menjadi sangat rendah karena telah membangun kompetensi yang tidak dimiliki orang lain.

Ketiga, membangun model investasi yang disesuaikan profil dan karakternya. Setiap investor memiliki tujuan, kepribadian, pengetahuan, pengalaman,dan kompetensi yang berbeda-beda. Dengan prinsip ini kita dapat memahami kenapa ada investor yang lebih senang berinvestasi pada aset tertentu, lebih konservatif, namun ada juga yang terlihat agresif.

Strategi Barbell

Salah satu strategi investasi yang dapat digunakan oleh investor adalah strategi investasi barbell. Strategi ini sebenarnya lebih cocok bagi mereka yang masih aktif bekerja dan tidak memiliki keahlian yang memadai dalam investasi. Sesuai dengan namanya, barbell, investasi ini memiliki dua portofolio, kiri dan kanan. Portofolio kiri berisi aset-aset yang terdiversifikasi dengan luas, misalnya reksadana, ETF (exchange traded fund), atau investasi yang menjadi indeks sebagai basisnya. Portofolio kanan berisi aset-aset yang memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, seperti saham lapis kedua, venture capital, dan investasi pada bisnis.


Gambar 1. Strategi Investasi Barbell
Sumber: Lucas (2006)


Strategi ini akan semakin bekerja dengan baik apabila didukung poros penopangnya, yaitu secara disiplin melakukan investasi yang rutin setiap waktunya. Keseimbangan antara portofolio kiri dan kanan disesuaikan tidak hanya dengan nilai uangnya tetapi juga usaha yang dilakukan. Pada portofolio kiri, karena sifatnya terdiversifikasi luas, maka akan tidak memerlukan perhatian lebih banyak dibandingkan portofolio kanan. Oleh karenanya, portofolio kiri biasanya memiliki bobot nilai uang yang lebih tinggi dibandingkan portofolio kanan. Namun, tentunya hal ini tergantung karakteristik investor dan peluang yang ada. Dengan demikian, waktu/momentum juga menjadi pertimbangan dalam alokasi aset pada strategi barbell.

Strategi barbell memberikan insight bahwa dengan melakukan investasi yang rutin, Anda telah melakukan perlindungan terhadap uang yang dimiliki dari penggunanaan yang kurang tepat. Anda yang sedang bekerja dan mengabdi pada bidang lain di luar investasi, dapat memfokuskan energi pada bidang kompetensi Anda, namun tetap memiliki peluang dalam pertumbuhan kekayaan yang memadai.

Apapun strategi yang digunakan, sebaiknya Anda mengimplementasikan ketiga prinsip investasi yang telah dijelaskan sebelumnya dengan sungguh-sungguh. Keberhasilan investasi akan berpeluang semakin besar apabila terjadi keselarasan antara prinsip, strategi, dan implementasi secara disiplin. Salam investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel

PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk: Besarnya Pengaruh Harga Bahan Baku

Tulisan ini dipublikasikan pada Koran Investor Daily, 24 Mei 2010




PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1972. Perusahaan memiliki ruang lingkup kegiatan usaha meliputi produksi dan perdagangan pakan ternak, peralatan peternakan dan pengolahan daging ayam serta penyertaan saham pada perusahaan lain. Saat ini, sebesar 55,45% kepemilikan saham perusahaan dimiliki oleh PT Central Agromina, sedangkan sisanya dimiliki oleh publik. Perusahaan masih merupakan bagian dari grup Charoen yang dikendalikan oleh keluarga Jiaravanon dari Thailand.

Dapat dikatakan bahwa perusahaan terutama bergerak dalam industri pakan ternak. Hal ini dapat terlihat dari 75% pendapatan perusahaan dikontribusi dari usaha pakan ternak, terutama pakan ternak unggas. Pakan ternak memiliki kontribusi hingga mencapai sekitar 70% dari total biaya produksi peternakan. Peternakan unggas menyerap sekitar 83% dari produksi pakan ternak, sedangkan sisanya diserap oleh peternakan babi, sapi perah, akuakultur, dan peternakan lainnya.

Industri pakan ternak adalah industri yang didominasi oleh perusahaan dengan modal asing. Beberapa perusahaan besar yang bermain dalam industri ini adalah Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, CJ Feed, Gold Coin, dan Sentra Profeed. Diperkirakan kapasitas produksi pakan ternak saat ini sekitar 14-15 juta ton per tahun, namun daya serap industri peternakan terhadap pakan ternak diperkirakan hanya sekitar 8-9 juta ton per tahun.

Salah satu permasalah utama yang dihadapi oleh industri pakan ternak adalah kebutuhan bahan baku yang masih perlu diimpor terutama untuk bahan baku jangung, bungkil kedelai, tepung tulang & daging, serta tepung daging unggas. Kontribusi nilai bahan baku dapat mencapai 60% dari biaya produksi pakan ternak. Jagung sebagai bahan baku porsinya dalam pakan ternak dapat mencapai sekitar 50%. Selain itu, anacaman virus flu burung juga masih menghantui para peternak, sehingga dapat mengancam industri pakan ternak.

Bisnis dan Keuangan

Tiga sumber pendapat utama perusahaan adalah dari segmen bisnis pakan ternak, anak ayam usia sehari, dan ayam olahan. Masing-masing memberikan kontribusi pendapatan pada kisaran 75%, 15% dan 8%. Fasilitas produksi pakan ternak perusahaan tersebar di berbagai kota, yaitu: Medan, Lampung, Tangerang, Semarang, Sidoarjo dan Makasar. Sedangkan fasilitas produksi anak ayam usia sehari tersebar di berbagai pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Segmen bisnis ayam olahan perusahaan juga terus berkembang sejak dibangun pada tahun 2000, dan meningkat dari tahun ke tahun terutama sejak tahun 2006.

Pendapatan perusahaan bertumbuh secara konsisten setiap tahunnya. Rerata pertumbuhan per tahun (CAGR) perusahaan dalam periode 2003-2009 mencapai sekitar 20,58%. Pada tahun 2003 pendapatan perusahaan berada di nilai Rp 4,30 triliun, sedangkan pada 2009 telah menjelma menjadi Rp 14,56 triliun. Pertumbuhan pendapatan juga diikuti dengan pertumbuhan harga pokok produksi (COGS) dengan tingkat yang hampir sama.

Rerata COGS beberapa tahun terakhir berada di kisaran 85% terhadap penjualan, namun pada tahun 2009 perusahaan mampu mencatatkan hanya sebesar 80,29%. Penurunan COGS didorong oleh menurunnya bahan utama pakan ternak pada tahun 2009, terutama harga jagung. Tahun 2009, perusahaan diuntungkan selain harga bahan baku tetapi juga oleh penurunan nilai tukar dollar terhadap rupiah, dua faktor yang signifikan dalam memberikan pengaruh pada laba perusahaan.




Sejak tahun 2004 nilai rasio hutang terhadap aset (DAR) perusahaan berada di kisaran 73%-76%. Dengan hasil uang kas dari keuntungan operasional pada tahun 2009 yang cukup banyak, perusahaan menurunkan beban hutangnya, sehingga DAR perusahaan menjadi hanya sekitar 45%. Sementara itu, rasio laba terhadap ekuitas (ROE) perusahaan mencapai di kisaran 17%-20% sejak tahun 2006. Demikian pula rasio laba terhadap modal yang diinvestasikan (ROIC) juga meningkat sejak tahun 2006, dan berada di kisaran 5%-8% hingga tahun 2008. Pada tahun 2009, ROE perusahaan melonjak tajam hingga mencapai lebih dari 50%, demikian pula terjadi peningkatan pada ROIC perusahaan.

Kinerja Saham

Harga saham perusahaan memiliki nilai risiko pasar (beta) di bawah satu, saat ini beta perusahaan berada di kisaran 0,8-1,0. Rasio harga saham perusahaan dibandingkan dengan IHSG menunjukkan tren penurunan sejak bulan April 2003 dan meningkat kembali ketika memasuki bulan-bulan akhir tahun 2007. Harga tertinggi penutupan saham perusahaan dicapai pada penutupan bulan April 2010.

Peningkatan tajam harga saham perusahaan saham perusahaan mulai terjadi pada pertengahan tahun 2007 dan kemudian mengalami penurunan pada saat krisis 2008. Seiring dengan pulihnya pasar saham peningkatan saham perusahaan juga terjadi pada tahun 2009 dan diteruskan hingga kuartal pertama 2010. Namun, peningkatan kali ini cukup mengejutkan, dengan harga tertinggi 2010 dibandingkan harga tertinggi 2007/2008 mencapai sekitar 2,5 kali. Pada saat ini PER perusahaan berkisar antara 5-6 kali, masih cukup rendah dibanding historis yang pernah terjadi pada tahun 2008. Namun demikian, PBV perusahaan telah berada pada kisaran yang tinggi berdasarkan historis yang pernah ada, yaitu antara 2,8-3,4. Salam investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel

PT Bakrieland Development Tbk: Dibawah Kendali Perusahaan Investasi

Tulisan ini dipublikasikan pada Koran Investor Daily, 10 Mei 2010




PT Bakrieland Development Tbk merupakan salah satu perusahaan properti yang berada dalam Kelompok Usaha Bakrie. Bidang usaha perusahaan terutama dalam bidang properti dan infrastruktur yang terkait dengan properti. Dalam bidang usaha properti, perusahaan memfokuskan pada tiga area, yaitu: city property, landed residential, dan hotel & resort. Sedangkan dalam bidang usaha infrastruktur, perusahaan beroperasi dalam area jalan tol dan pengelolaan & distribusi air.

Pemegang saham perusahaan terbesar (24,38%) adalah Avenue Luxembourg Sarl sebuah perusahaan investasi yang merupakan bagian dari Avenue Capital Group, New York. Pemegang saham terbesar kedua adalah PT Bakrie Brothers Tbk (BNBR), dengan kepemilikan sebesar 11,19%, yang juga merupakan sebuah perusahaan investasi.

Kinerja Keuangan

Rerata pertumbuhan pendapatan perusahaan sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 mencapai sebesar 74,03%. Pendapatan perusahaan pada tahun 2003 hanya sebesar Rp 38,12 miliar, kemudian pada tahun 2009 mencapai Rp 1,059 triliun. Pertumbuhan pendapatan perusahaan juga dibarengi dengan pertumbuhan aset dan ekuitasnya. Pada tahun 2003, aset dan ekuitas perusahaan masing-masing sebesar Rp 683,96 miliar dan Rp 477,11 miliar. Pada tahun 2009, aset dan ekuitas perusahaan telah menjelma menjadi masing-masing Rp 11,593 triliun dan Rp 4,642 triliun. Dengan CAGR untuk aset sebesar 60,27% dan ekuitas sebesar 46,11%.




Pertumbuhan ekuitas tertinggi terjadi pada tahun 2005 dan 2007, dengan masing-masing pertumbuhan sebesar 132% dan 213%. Peningkatan ekuitas ini sebagian besar disebabkan oleh aksi perusahaan yang melakukan penawaran saham umum terbatas pada tahun 2005 dan 2007. Sementara itu rasio hutang perusahaan yang diwakili oleh debt-to-asset ratio (DAR) mulai meningkat pada tahun 2008 hingga mencapai 45,92%. Kemudian meningkat kembali pada tahun 2009 hingga mencapai 59,95%. Peningkatan ini terjadi disebabkan perusahaan mengeluarkan Obligasi I dengan nilai dasar sebesar Rp 500 miliar (2008) dan Sukuk Ijarah I dengan nilai dasar sebesar Rp 150 miliar (2009).

Sejalan dengan pertumbuhan pendapatan, laba usaha perusahaan terus mengalami peningkatan secara nominal maupun persentase terhadap penjualan. Pada tahun 2003 laba usaha perusahaan hanya sebesar Rp 657 juta, sedangkan pada tahun 2009 mencapai lebih dari Rp 331 miliar. Sedangkan marjin laba usaha perusahaan (OPM) juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 OPM perusahaan hanya sebesar 1,72%, sedangkan pada tahun 2009 perusahaan mampu mencatatkan OPM sebesar 31,29%.

Sementara itu, laba bersih perusahaan juga cenderung meningkat secara nominal, walaupun cukup berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 202 miliar, sedangkan tahun 2009 hanya sebesar Rp 132 miliar. Marjin laba bersih perusahaan sejak tahun 2004 berfluktuasi antara 17%-26%, namun pada tahun 2009 hanya sebesar 12,49%. Di lain pihak, return on equity (ROE) perusahaan berada di kisaran 3%-8%, dan pada tahun 2009 ROE perusahaan hanya sebesar 2,85%.

Berfluktuasinya laba bersih perusahaan banyak disebabkan oleh akun penghasilan lain-lain perusahaan di luar penghasilan operasionalnya, seperti: 1) penghasilan bunga, 2) amortisasi selisih lebih nilai wajar terhadap harga perolehan anak perusahaan, 3) laba atas penjualan investasi anak perusahaan, 4) laba selisih kurs, dan 5) laba penjualan/penghapusan aset tetap. Pada tahun 2009, masing-masing akun tersebut memiliki nilai sebesar Rp 23,94 miliar, Rp 10,47 miliar, Rp 4,06 miliar, Rp 4,55 miliar, minus Rp 5,32 miliar, dan minus Rp 6,79 miliar.

Pada tahun 2009 perusahaan berhasil menyelesaikan beberapa pembangunan di beberapa kota, yaitu: Bakrie Tower dan Lifestyle Center di Rasuna Episentrum, Hotel Pullman Bali Legian Nirwana, dan jalan tol Kanci-Pejagan. Dengan diselesaikannya ruas tol Kanci-Pejadan pada bulan Desember 2009, perusahaan memiliki harapan bahwa ruas tol ini akan memberikan pendapatan yang berkelanjutan. Terlebih nilai investasi yang digelontorkan mencapai sekitar Rp 2,2 triliun.

Kinerja Saham

Harga saham penutupan perusahaan tertinggi pernah mencapai Rp 660 per lembar saham pada akhir Februari 2008. Secara umum, perbandingan rerata return terhadap volatilitas harga saham perusahaan relatif dibawah IHSG, baik untuk pasar sedang mengalami tren kenaikan harga maupun penurunan harga. Perbandingan harga saham perusahaan terhadap IHSG memiliki nilai tertinggi sepanjang periode Februari 2004 hingga Agustus 2005, dan kemudian tidak pernah mencapai kembali walaupun pada saat terjadi kenaikan kembali pada bulan Agustus 2008 hingga Maret 2009.

Risiko pasar (beta) perusahaan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2007, beta saham perusahaan berada di kisaran 1,6 – 1,9. Sementara itu persepsi pasar terhadap current performance sejak tahun 2005 berada di bawah rerata perusahaan lainnya, demikian pula untuk future growth opportunity perusahaan secara umum. Salam investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel

PT Kawasan Industri Jababeka Tbk : Mengejar Pendapatan Berkelanjutan

Tulisan ini dipublikasikan pada Koran Investor Daily, 3 Mei 2010




PT Kawasan Industri Jababeka Tbk merupakan perusahaan swasta pertama yang memperoleh izin untuk membangun suatu kawasan industri di Indonesia pada tahun 1989. Demikian pula merupakan perusahaan pengembang kawasan industri yang pertama kali menjadi perusahaan publik pada tahun 1994. Segmen bisnis perusahaan hingga saat ini terbagi dalam lima area, yaitu: 1) kawasan industri, 2) kawasan perumahan, 3) kawasan komersial, 4) infrastruktur, dan 5) golf.

Sebagian besar bisnis perusahaan terpusat di kawasan Jababeka, Cikarang. Beberapa bisnis perusahaan yang berada di luar Cikarang adalah kawasan industri Cilegon, Borobudur International Golf and Country Club di Magelang, dan perkantoran Menara Batavia di Jakarta.

Pada kawasan industri perusahaan menyediakan kavling industri dan pabrik siap pakai bagi perusahaan berskala kecil hinggal perusahaan multinasional berskala besar. Pada kawasan perumahan perusahaan menawarkan rumah dengan konsep kluster serta kondominium. Pada kawasan komersial perusahaan menyediakan ruko, ruang perkantoran, area komersial, dan kelab eksekutif. Sedangkan dalam bisnis infrastruktur perusahaan memberikan pelayanan pengelolaan air bersih, pengelolaan limbah, serta manajemen kawasan.

Kinerja Keuangan

Pendapatan perusahaan mengalami peningkatan pesat pada tahun 2005 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dengan pendapatan tercatat sebesar Rp 567,4 miliar, tertinggi sepanjang berdirinya perusahaan. Hal ini didorong oleh keberhasilan dalam usaha pemasaran kawasan industri di Cilegon untuk pertama kalinya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya pendapatan perusahaan tidak dapat melebihi tahun 2005, dan berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, perusahaan membukukan pendapatan sebesar Rp 392,6 miliar.




Laba usaha perusahaan pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp 46,8 miliar, menurun cukup tinggi dibandingkan tahun 2008 yang mencapai Rp 107,2 miliar. Perusahaan membukukan laba bersih pada tahun 2009 sebesar Rp 16,4 miliar, sedangkan pada tahun 2008 perusahaan membukukan rugi bersih sebesar Rp 62,4 miliar. Kerugian ini disebabkan oleh adanya rugi dari selisih kurs sebesar Rp 144,6 miliar dan pembayaran bunga pinjaman sebesar Rp 94,9 miliar. Laba perusahaan pada tahun 2009 terutama dibantu oleh adanya laba dari selisih kurs sebesar Rp 105,1 miliar, sebab pada tahun ini perusahaan masih melakukan pembayaran bunga pinjaman yang tinggi sebesar Rp 114,5 miliar dan terjadinya penuruan pendapatan sekitar 15% dari tahun sebelumnya.

Besarnya biaya bunga yang ditanggung oleh perusahaan terutama berasal dari pinjaman bridging loan facility yang digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik. Sementara itu nilai hutang perusahaan kembali meningkat pada tahun 2007 hingga 2009, setelah mengalami tren penurunan sejak tahun 2003 hingga 2006. Pada tahun 2009 nilai debt-to-assets ratio (DAR) perusahaan mencapai senilai 49,70%, meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2006 yang hanya sebesar 14,98%. Peningkatan hutang perusahaan terkait dengan pendanaan bagi pembangunan berbagai proyek pengembangan yang sedang dilakukan perusahaan.

Pendapatan perusahaan untuk segmen kawasan industri dan perumahan pada tahun 2009 mengalami penurunan cukup tinggi, yaitu antara 30% – 60% dibandingkan tahun sebelumnya. Tren stagnan dan kecenderungan penurunan pendapatan dari bisnis kawasan industri dan perumahan mendorong perusahaan untuk melakukan inovasi seperti melakukan pembangunan pembangkit listrik, dry port, movie land, dan medical city. Dalam hal ini dapat dikatakan perusahaan sedang berupaya menciptakan blue ocean bagi bisnisnya serta semakin mengintegrasikan produk dan jasanya.

Saat ini perusahaan memfokuskan diri untuk meningkatkan recurring revenue dengan lebih mengembangkan bisnis dengan produk dan jasa yang dibutuhkan secara berkelanjutan oleh pelanggannya. Data menunjukkan bahwa tiga segmen pendapatan perusahaan yaitu, jasa dan pemeliharaan, penyewaan ruang kantor dan ruko, dan golf terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di lain pihak, bisnis pembangkit listrik perusahaan telah menghasilkan pendapatan pada tahun 2009 mencapai 5,87% dari total pendapatan, walaupun masih mengalami kerugian.

Kinerja Saham

Pada tahun 2005 – 2008, nilai risiko pasar (beta) perusahaan cukup tinggi, yaitu antara 1,4 – 1,8. Pada tanggal 24 September 2007 saham perusahaan mencapai harga tertinggi dengan harga penutupan sebesar Rp 285 per lembar saham. Pada akhir November 2008 hingga awal April 2009, harga saham perusahaan stagnan di level Rp 50 per lembar saham. Harga saham perusahaan relatif terhadap IHSG mengalami tren penurunan sejak bulan November 2007. Fluktuasi harga saham perusahaan cukup tinggi dan berada di kisaran 50% hingga 80% dalam ukuran deviasi standar yang disetahunkan.

Sedangkan tingkat return saham perusahaan cukup lumayan terutama antara tahun 2004 hingga 2007 dan tahun 2009, dengan rerata return yang disetahunkan dapat berada di atas 50%. Sementara itu, persepsi pasar tentang current performance dan future growth opportunity masih di bawah rata-rata perusahaan lainnya. Salam investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel




PT Elnusa Tbk: Fokus Bisnis dan Peluang Pertumbuhan

Tulisan ini dipublikasikan pada Koran Investor Daily, 26 Apr 2010




PT Elnusa Tbk merupakan perusahaan swasta nasional dengan bisnis yang melingkupi jasa hulu dan hilir migas, pengelolaan aset lapangan migas, serta manajemen data dan teknologi informasi. Core competency perusahaan terletak pada jasa layananan hulu yang terdiri dari tiga backbone competency, yaitu jasa seismik (geoscience), jasa pengeboran (drilling), dan jasa produksi ladang minyak (oilfield production).

Tahun 2007 adalah salah satu tahun terpenting dalam perkembangan bisnis perusahaan. Dengan melakukan penggabungan vertikal dan horisontal, perusahaan melakukan restrukturisasi dengan tujuan untuk menjadi perusahaan jasa migas yang terintegrasi dengan core business di bidang jasa hulu migas. Peluang pertumbuhan dan kebutuhan akan ekspansi mendorong perusahaan melakukan penawaran saham perdana (IPO) di pasar modal. Pada tanggal 6 Februari 2008 saham perusahaan pertama kali tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sebagai bagian dalam fokus pada strategi jangka panjang, pada tahun 2009 perusahaan melakukan divestasi terhadap anak perusahaan PT Infomedia Nusantara yang bergerak di bidang jasa pelayanan direktori telepon, contact center dan content.

Pemilik saham terbesar perusahaan adalah PT Pertamina (Persero) dengan kepemilikan sebesar 41,10%. Sedangkan kepemilikan besar lainnya, yaitu sebesar 37,15% sedang dalam proses pengalihan dari PT Tridaya Esta kepada PT Benakat Petroleum Energy Tbk. Kondisi ini diharapkan tidak mengganggu jalannya bisnis perusahaan, dan ke depannya justru diharapkan dapat memberikan peluang karena kedua pemilik perusahaan memiliki eksposur yang luas dalam industri migas.

Kinerja Keuangan

Pendapatan dan laba perusahaan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pendapatan perusahaan pada tahun 2006 sebesar Rp 1,88 triliun, kemudian pada tahun 2009 mencapai Rp 3,66 triliun. Rerata pertumbuhan pendapatan tahunan (CAGR) sebesar 24,94%. Sedangkan laba operasi perusahaan pada tahun 2006 sebesar Rp 115,33 miliar dan di tahun 2009 mencapai Rp 276,29 miliar, dengan CAGR sebesar 33,80%.

Kinerja keuangan perusahaan pada tahun 2009 diwarnai dengan lonjakan laba bersih sebesar 248,53%. Hal ini didorong oleh laba perusahaan dari penjualan saham PT Infomedia Nusantara. Namun demikian, tahun 2009 perusahaan membukukan peningkatan pendapatan dan laba usaha dibanding tahun sebelumnya masing-masing sebesar 43,96% dan 53,16%.




Pada tahun 2009 pendapatan perusahaan sekitar 60% disumbang oleh bisnis jasa hulu migas, kemudian diikuiti oleh jasa & perdagangan hilir migas (30%). Sisanya disumbang oleh bisnis jasa & perdagangan penunjang hulu dan manajemen data & teknologi informasi. Laba usaha terbesar disumbang oleh bisnis jasa hulu migas dengan porsi lebih dari 80% terhadap total laba usaha. Sedangkan pengelolaan aset lapangan migas yang dimiliki perusahaan, yaitu Blok Bengkanai (gas) dan Blok Ramba (minyak) dapat dikatakan masih belum memberikan kontribusi bagi pendapatan perusahaan.

Pada tahun 2009, bisnis jasa hulu migas, jasa & perdagangan penunjang hulu migas, serta jasa & perdagangan hilir migas perusahaan mengalami peningkatan pendapatan dan laba usaha yang cukup tinggi. Peningkatan tertinggi terjadi pada bisnis jasa & perdagangan hilir migas dengan pertumbuhan pedapatan dan laba usaha dibandingkan tahun sebelumnya masing-masing sebesar 89,72% dan 295,98%. Namun, bisnis manajemen data dan teknologi informasi justru mengalami pertumbuhan negatif, yaitu -11,88% untuk pendapatan, dan -43,03% untuk laba usaha.

ada tahun 2009, penerimaan pelanggan tertinggi disumbang oleh Grup Pertamina dan perusahaan swasta, masing-masing menyumbang 42,41% dan 37,41%. Pendapatan dari kedua kelompok meningkat dibandingkan tahun 2008, baik dari nilai uang maupun dari persentase terhadap total pendapatan pelanggan. Pendapatan dari Grup Pertamina mengalami peningkatan tajam pada kebutuhan jasa yang terkait dengan pengembangan energi geotermal dan gas. Kelompok pelanggan perusahaan swasta yang menggunakan jasa perusahaan diantaranya adalah Exxon, Petrochina, Chevron, Vico, Total, dan Medco.

Kinerja Saham

Pada hari pertama di pasar sekunder, harga saham perusahaan ditutup pada harga Rp 515 per lembar saham. Seiring dengan penurunan pasar, harga saham perusahaan juga menurun hingga tahun 2009. Kemudian meningkat pada tahun 2009 sejalan pula dengan peningkatan pasar. Ukuran risiko pasar (beta) saham perusahaan terletak relatif stabil antara 1,1-1,3.

Sejak pertama kali listing di pasar, rasio harga saham perusahaan dibandingkan dengan IHSG terus mengalami penurunan hingga bulan Maret 2009. Namun, sejak bulan Maret hingga Juni 2009, peningkatan harga saham perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan IHSG. Setelah itu, hingga bulan April 2010 rasio harga saham terhadap IHSG kembali mengalami penurunan. Kondisi ini terjadi karena harga saham perusahaan cenderung stagnan tetapi IHSG terus meningkat. Harga saham perusahaan mengalami peningkatan cukup tinggi dibandingkan periode sebelumnya setelah keluarnya laporan keuangan tahunan 2009. Salam investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel




Friday, June 4, 2010

PT Medco Energi Internasional Tbk: Berjuang untuk Pertumbuhan

Tulisan ini dipublikasikan pada Koran Investor Daily, 12 Apr 2010




PT Medco Energi Internasional Tbk (Medco) adalah salah satu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang ekplorasi dan produksi minyak dan gas. Kegiatan perusahaan tidak terbatas di Indonesia tetapi telah menjadi perusahaan dengan kegiatan internasional. Di Indonesia, perusahaan memiliki 7 blok produksi, 1 blok pengembangan, 6 blok eksplorasi, dan 1 blok partisipasi ekonomis. Untuk kegiatan internasional, perusahaan mengelola 20 blok yang tersebar di Amerika, Oman, Yaman, Libya, Tunisia dan Kamboja. Perusahaan merupakan nomor empat penghasil minyak dan gas di Indonesia setelah Chevron, Pertamina, dan CNOOC.

Perusahaan beroperasi dalam industri yang sangat strategis baik secara ekonomis maupun sosial, karena berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan energi, bahan baku industri, dan pemasukan devisa bagi negara. Tetapi industi minyak dan gas menghadapi tantangan yang cukup berat, diantaranya adalah: 1) tingginya volatilitas harga minyak dunia beberapa waktu belakangan ini, 2)nilai cadangan dan produksi yang terus menurun, 3) perubahan hukum dan peraturan terutama terkait dengan cost recovery dan pola kontrak kerja sama, 4) tuntutan pengusaan teknologi yang semakin tinggi terutama untuk optimalisasi sumur tua dan daerah operasi di lepas pantai, dan 5) isu lingkungan yang semakin mendesak untuk dilakukannya clean operation.

Tren yang terjadi di industri minyak dan gas Indonesia adalah terus menurunnya produksi minyak, sementara produksi gas cenderung stagnan. Kondisi ini erat kaitannya dengan lemahnya usaha eksplorasi dan produksi yang dilakukan. Banyak sumur minyak dan gas Indonesia telah berumur tua dengan cadangan yang terus menipis. Sejak tahun 2005 rerata produksi minyak Indonesia telah mencapai di bawah 1 juta barel per hari, sedangkan produksi gas cenderung tidak ada peningkatan dari 8 juta MSCF per hari. Situasi semakin diperburuk dengan ketegangan yang ada antara kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dengan pemerintah terkait dengan cost recovery kegiatan ekplorasi-produksi minyak dan gas.



* data produksi gas, hingga Oktober 2009

Sumber: Departemen ESDM


Hingga tahun 2009 cadangan terbukti (dengan tingkat kepercayaan 90%) Medco sebesar 89,14 MMBOE (juta barel minyak ekuivalen per hari), cadangan terbukti dan terduga (dengan tingkat kepercayaan 50%) sebesar 172,77 MMBOE, dan cadangan kontijen sebesar 379,75 MMBOE. Sehubungan dengan cadangan yang dimiliki, kemampuan perusahaan dalam memproduksi minyak dan gas terus menurun dengan lifting cost yang terus meningkat.

Pada tahun 2005 produksi minyak dan gas perusahaan sebesar 76,0 MBOEPD (ribu barel minyak ekuivalen per hari) dengan lifting cost sebesar US$ 2,88 per BOE (barel minyak ekuivalen). Namun, pada tahun 2009 produksi minyak menurun menjadi 52,8 MBOEPD sedangkan lifting cost menjadi US$ 8,60 BOE. Meskipun demikian, berdasarkan laporan WoodMackenzie lifting cost perusahaan pada tahun 2009 cukup rendah dibandingkan rerata perusahaan lainnya.

Selain bergerak di bidang ekplorasi dan produksi minyak dan gas, perusahaan juga bergerak dalam pembangkit tenaga listrik dan industri hilir. Saat ini perusahaan memiliki lima pembangkit listrik, beberapa kilang pengolahan LPG, ethanol, serta fasilitas penyimpanan dan distribusi bahan bakar. Sekitar 30-35% pendapatan di sumbang oleh bisnis di luar kegiatan ekplorasi dan produksi minyak dan gas.

Kinerja Keuangan dan Saham

Nilai pendapatan Medco terus mengalami peningkatan, dengan rerata pertumbuhan tahunan (CAGR) 2002-2008 sebesar 24,70%. Sementara CAGR ekuitas dan aset perusahaan masing-masing adalah 10,90% dan 21,60%. Pertumbuhan perusahaan diikuti dengan tingkat hutang yang semakin meningkat hingga tahun 2007 dengan rasio hutang terhadap aset (DAR) perusahaan hingga mencapai lebih dari 75%, dan kemudian menurun pada tahun 2008 (63%).




Pertumbuhan perusahaan yang konsisten hingga tahun 2008 sayangnya tidak diikuti oleh tingkat keuntungannya. Marjin laba bersih (NPM) dan rasio laba terhadap ekuitas (ROE) perusahaan berfluktuasi dengan posisi terendah pada tahun 2007 dengan NPM 0,67% dan ROE 1,25%. Pada tahun 2008 perusahaan mencetak pendapatan dan laba tertinggi yang pernah dicapai. Perusahaan mampu meraih pendapatan hingga mencapai US$ 1.283,8 NPM mencapai 21,78% dan ROE hampir menyentuh 40%.

Tetapi, kinerja cemerlang tahun 2008 tidak berlanjut pada tahun 2009. Pendapatan perusahaan turun hingga di nilai US$ 667,8 (menurun 47,98%), sedangkan NPM dan ROE perusahaan tidak mencapai 3%. Tidak stabilnya tingkat keuntungan dan kecenderungannya untuk berada di nilai yang rendah (kecuali tahun 2008) menimbulkan pertanyaan atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pengembalian bagi pemegang saham.

Tingkat volatilitas harga saham perusahaan cenderung stabil, namun rerata return perusahaan sejak tahun 2007 kurang baik. Perbandingan harga saham perusahaan terhadap IHSG terus menurun sejak tahun 2006 (di atas 3), sedangkan saat ini berada di sekitar 1,5. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan harga saham perusahaan cukup rendah dibandingkan dengan IHSG. Bahkan dapat dikatakan bahwa harga saham perusahaan cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan saham-saham lainnya. Kinerja saham yang kurang baik sepertinya sejalan dengan fundamental perusahaan. Salam Investasi!


Oleh:
Guntur Tri Hariyanto dan Roy Sembel