Friday, July 17, 2009

Probabilitas dan Complex Systems



Pergerakan pasar masa depan tidak dipengaruhi oleh pergerakan masa lalu, namun hanya dipengaruhi oleh kejadian-kejadian nyata seperti kerugian dan keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan. Dengan pola pikir seperti ini, merupakan pola pikir ekonomi standar, maka studi pola-pola pergerakan pasar masa lalu tidak akan menghasilkan apa pun. Namun, banyak ekonom tidak percaya akan hal tersebut, beberapa beragumen bahwa ada kemungkinan hadir pengaruh secara halus (subtle) pergerakan pasar masa lalu terhadap pergerakan pasar masa depan.

Probabilitas perubahan harga yang memiliki bentuk kurva bel atau berdistribuisi Gaussian telah sangat melekat bagi kalangan ekonomi untuk waktu yang cukup lama. Menjadi pertanyaan yang menarik adalah konsep probabilitas itu sendiri. Kehadiran konsep ini merupakan bentuk revolusioner dalam pola pikir manusia yang cukup lama dipengaruhi oleh pola pikir mekanistik Newton-Laplace.

Pada pola pikir klasik tersebut prediksi adalah sesuatu cukup terbukti dan tidak perlu diperjelas lebih lanjut. Dengan kondisi awal yang sama, maka akan diperoleh hasil yang sama. Namun pada kenyataannya, banyak sistem yang sulit dipandang dengan cara klasik tersebut, terutama sistem dengan ukuran yang besar. Sistem-sistem ini memiliki tingkat kesulitan matematika yang tinggi ketika ingin menggambarkannya dan kesulitan eksperimental untuk membuktikan ketepatan dengan akurasi yang tinggi. Sistem-sistem tersebut memiliki kemungkinan terprediksinya kuantitas-kuantitasnya dalam jangkauan yang kecil, namun juga beberapa kuantitasnya tidak selalu berada pada nilai yang sama. Untuk yang terakhir dimungkinkan akan konsep probabilitas prediksi, prediksi yang tidak pasti.

Pada sistem chaotic yang memiliki derajat kebebasan yang tidak besar, perbedaan kondisi awal yang sangat kecil saja dapat memberikan perbedaan hasil akhir yang sangat berbeda pada jangka waktu yang lama. Prediksi deterministik masih dapat dilakukan untuk sistem ini pada jangka waktu pendek, lebih pendek dari waktu karakteristiknya. Oleh karenanya studi tentang distribusi probabilitas sistem-sistem pada waktu yang lama lebih dimungkinkan karena pengetahuan yang tepat akan kondisi awal akan membawa pada evolusi sistem-sistem tersebut dengan tepat pula. Perilaku sistem-sitem tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan geraknya.

Pada sistem mekanik klasik dan chaotic dimungkinkan untuk melakukan prediksi perilaku sistem dengan menggunakan pengetahuan tentang persamaan geraknya. Namun untuk complex system prediksi tersebut gagal. Complex system didefinisikan sebagai:

“A system is complex if its behaviour crucially depends on the details of the systems (Parisi, 2002)"

Dapat dikatakan juga perilaku sistem tersebut sangat sensitif terhadap bentuk persamaan-persamaan gerak dan variasi kecil pada persamaan-persamaan tersebut akan membawa pada variasi yang besar pada sistem. Dengan demikian hal ini memerlukan studi tentang distribusi probabilitas perilaku sistem tersebut. Dengan mengetahui kondisi awal yang tepat, maka dapat pula ditentukan perilakunya. Distribusi probabilitas perilaku dapat dihitung dengan menggunakan distribusi probabilitas persamaan-persamaan gerak. Hal ini memungkinkan prediksi dapat dilakukan pada complex system, namun prediksi terhadap perilakunya, tentunya prediksi ini secara alamiah berbentuk probabilitas.

Bersamaan dengan berkembangnya complex system ini kita tidak diharuskan untuk mempertanyakan bagaimana sebuah sistem tertentu berperilaku, namun kita harus bertanya manakah ciri-ciri umum perilaku sebuah sistem pada kelas yang ada (Parisi, 2002).

Lebih Jauh tentang Complex Systems

Untuk lebih memahaminya, berikut adalah beberapa sifat-sifat yang dimiliki oleh complex system (Parisi, 2002):
  1. Memiliki lebih dari sedikit dan kurang dari banyak sekali bagian-bagian/elemen-elemen.
  2. Bagian-bagian/elemen-elemen complex system bersifat heterogen dan berinteraksi dalam interaksi yang non-linier.
  3. Memiliki tujuan, obyektif dan fungsi yang tertentu (definite).
  4. Tidak beroperasi dalam kesetimbangan, dengan kata lain bersifat adaptif, dinamis dan selalu berubah.
  5. Memiliki perilaku kolektif yang tidak diambil kesimpulannya dari perilaku bagian-bagian/elemen-elemen sistem tersebut.

Untuk lebih jelasnya dapat dengan melihat perbedaan antara simple system, complex system dan complicated system. Simple system adalah sistem yang dapat dimengerti dengan menjelaskan sifat-sifat sebuah bagian/elemen atau interaksi beberapa bagian/komponen. Contoh sistem ini adalah pergerakan bumi mengelilingi matahari. Compicated system sebenarnya merupakan sistem yang sederhana tetapi menyamar sebagai sesuatu yang lebih kompleks. Contoh sistem ini gerak Brownian gas dalam vakum yang dapat diterangkan dengan hukum-hukum Termodinamika konvensional. Sistem dengan banyak bagian/elemen tetapi dengan kompleksitas yang rendah.

Hal mendasar yang membedakan sistem-sistem tersebut adalah sifat emergence, yaitu sifat yang hadir pada kelompok-kelompok dalam complex sytem. Sifat emergence ini terdiri dapat dibedakan menjadi local emergence dan global emergence. Local emergence menunjukkan kesamaan sifat sistem tersebut baik dengan jumlah kecil maupun jumlah besar elemen-elemennya. Hal ini ditunjukkan oleh sifat tekanan dan temperatur pada gas. Global emergence menunjukkan sifat yang hadir hanya jika dalam keseluruhan sistem atau kelompok-kelompok elemen. Sifat ini ditunjukkan jelas oleh cara kerja otak kita dengan neuron-neuronnya. Sebuah complex system yang sesungguhnya dapat memiliki kedua bentuk emergence tersebut.

Orang lebih senang menyebut bagian/elemen dalam complex system dengan agen. Disebut demikian karena agen-agen dapat dibedakan dengan aturan-aturan dan atribut-atribut tertentu. Agen-agen ini dikategorikan ke dalam tipe-tipe yang spesifik, seperti nitrogen dan uap air dalam molekul-molekul gas, juga dikatakan agen-agen tersebut secara bersama-sama membentuk sebuah populasi. Interaksi antar agen dapat dalam kontruksi strategi-strategi dan atribut-atribut yang sederhana maupun complicated dengan aturan-aturan yang bervariasi baik linier dan nonlinier. Sehingga secara umum, untuk setiap aksi yang diberikan pada sistem tersebut, sebuah agen akan menunjukkan perilaku, dan kadang perilaku yang ditunjukkan berada diluar proporsi aksi yang diberikan. Dalam complex system dimungkinkan sebuah agen tidak menunjukkan reaksi ketika aksi diberikan kepadanya untuk pertama kali, namun kemudian pada pemberian aksi yang kedua menunjukkan reaksi yang dua kali lebih besar dari aksi yang diberikan.

Kinerja Jangka Panjang Emiten dI BEI



Selama sepuluh tahun sejak krisis multidimensi 1998, pasar saham Indonesia mengalami perkembangan yang menarik untuk dicermati. Setelah mencapai titik terendah di 255 pada Bulan September 1998, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik secara pesat ke level tertinggi 2830 (intrahari mencapai tertinggi 2838) pada minggu kedua Januari 2008. Krisis finansial global memaksa koreksi IHSG ke level terendah di tahun 2008, yaitu 1111, sebelum akhirnya kembali ke level 1355 di akhir tahun 2008. Jadi sejak level terendahnya di tahun 1998, IHSG telah bertumbuh (Compound Annual Growth Rate) sebesar 17,9% per tahun.

Pasar modal, khususnya pasar saham telah menjadi lahan investasi yang tidak bisa diabaikan. Total nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) saat IHSG pada akhir tahun 2008 telah mencapai sekitar 25% dari Produk Domestik Brutto (PDB) Indonesia di tahun 2008. Bahkan, saat IHSG mencapai titik tertinggi di bulan Januari 2008, nilai kapitalisasi pasar saham BEI telah mencapai sekitar Rp 2000 trilyun (sudah sempat melampaui total dana pihak ketiga yang ada di perbankan Indonesia).

Volatilitas jangka pendek dari harga saham di bursa efek kembali mengingatkan investor untuk berpikir jangka panjang dalam berinvestasi saham. Untuk mendukung keputusan investasi jangka panjang, diperlukan informasi komprehensif tentang kinerja jangka panjang dari emiten di BEI. Dalam konteks ini, Majalah Investor telah berkontribusi signifikan dengan melakukan penilaian tahunan terhadap emiten-emiten di BEI (100 Emiten Terbaik), dan hasilnya dipublikasikan tiap tahun dalam edisi 100 Emiten Terbaik.

Aktivitas penilaian kinerja tahunan 100 Emiten terbaik dari Majalah Investor sejalan dengan riset kami (CAPITAL MARKET Trends 2008/2009) di CAPITAL PRICE. Analisis dalam tulisan ini sebagian besar disarikan dari hasil riset tersebut, yang pada intinya berisi analisis terhadap kinerja finansial (laporan keuangan dan pergerakan harga saham di bursa saham) jangka panjang 82 emiten yang mewakili sektor non keuangan di BEI selama periode 2002-2008.

Pertumbuhan Tahunan Aset dan Ekuitas

Pertumbuhan aset dan ekuitas dari gabungan sampel 82 perusahaan setiap tahun dan perbandingannya dengan pertumbuhan sales ditunjukkan oleh Gambar 1. Sepanjang tahun 2003-2007 pertumbuhan total ekuitas konsisten lebih tinggi dibandingkan total aset, walaupun pada tahun 2006 dan 2007 pertumbuhan keduanya cenderung seimbang.

Pada tahun 2004 terjadi kesenjangan (gap) yang cukup besar antara pertumbuhan total aset dan pertumbuhan total ekuitas yang dapat dijadikan spotlight tersendiri. Terjadinya kondisi ini dipicu oleh pertumbuhan sales yang signifikan, mencapai hampir 25% year-on-year (yoy). Kesenjangan pertumbuhan total ekuitas tersebut mulai berkurang pada tahun 2005, seiring dengan menurunnya pertumbuhan sales. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2005 pertumbuhan sales komposit perusahaan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total aset, namun kemudian pada tahun 2006 dan 2007 pertumbuhan sales lebih rendah dibandingkan pertumbuhan total aset. Sedangkan pertumbuhan sales komposit perusahaan cenderung lebih rendah dibandingkan pertumbuhan total ekuitas, kecuali pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 pertumbuhan total aset, total ekuitas dan sales mencapai kinerja tertingginya, yaitu pada kisaran 25%. IHSG juga mencatatkan rekor tertinggi pada tahun 2007 hingga mencapai level 2.745,8; dengan pertumbuhan nilai transaksi 58,9% yoy.

Pertumbuhan Ekuitas vs Pertumbuhan Aset

Analisis hubungan pertumbuhan ekuitas terhadap pertumbuhan aset akan dibahas lebih rinci terutama terkait dengan pola hubungan jangka panjang. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, terlihat adanya pola hubungan antara pertumbuhan total ekuitas dengan total aset. Tanpa memperhitungkan tahun 2005, pertumbuhan total ekuitas memiliki hubungan yang tidak linier tetapi cenderung kuadratik dengan pertumbuhan total aset. Garis hubungan antara keduanya dapat digunakan untuk mendeteksi hadirnya anomali pada tahun tertentu relatif terhadap tahun lainnya dalam periode pengamatan.

Keberadaan tahun 2005 di luar dari garis hubungan tersebut (Gambar 2) menunjukkan kepada para investor dan pengambil keputusan finansial adanya anomali pada tahun tersebut. Seperti yang diketahui, pada tahun 2005 terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak dan peningkatan inflasi yang tinggi sehingga memberikan tekanan yang besar pada pertumbuhan perusahaan. Ini salah satu temuan penting bagi investor jangka panjang.


Sumber: CAPITAL MARKET Trends 2008/2009

Gambar 1. Pertumbuhan Tahunan Aset dan Ekuitas Komposit 82 Perusahaan dan Perbandingannya dengan Pertumbuhan Tahunan Penjualan


Sumber: CAPITAL MARKET Trends 2008/2009

Gambar 2. Hubungan antara Pertumbuhan Total Ekuitas dengan Pertumbuhan Total Aset


Sumber: CAPITAL MARKET Trends 2008/2009

Gambar 3. Hubungan antara Pertumbuhan Total Aset dengan Pertumbuhan Penjualan


Sumber: CAPITAL MARKET Trends 2008/2009

Gambar 4. Hubungan antara Pertumbuhan Total Ekuitas dengan Pertumbuhan Penjualan


Pertumbuhan Aset vs Pertumbuhan Penjualan


Pada Gambar 3 ditunjukkan hubungan antara pertumbuhan total aset dan pertumbuhan sales. Tanpa memperhitungkan tahun 2006 dan 2007, pertumbuhan total aset memiliki hubungan yang linier positif terhadap pertumbuhan sales, dengan pertumbuhan sales lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total aset. Secara rata-rata (tanpa tahun 2006 dan 2007) rasio antara pertumbuhan sales dengan pertumbuhan aset berada di nilai 2,30. Artinya, jika total aset tumbuh 1%, maka sales tumbuh 2,30%, atau sebaliknya. Pada tahun 2006 dan 2007 pertumbuhan sales menjadi lebih rendah dibandingkan pertumbuhan total aset.

Seperti yang terlihat pada Gambar 1, pada tahun 2006 terjadi penurunan pertumbuhan sales yang cukup tajam, dibandingkan dua tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2007 pertumbuhan sales mencapai yang tertinggi di antara periode pengamatan, demikian pula terjadinya keseimbangan antara pertumbuhan total aset, total ekuitas, dan sales. Dapat disimpulkan bahwa tahun 2007 adalah tahun terbaik dalam kinerja perusahaan terutama jika dilihat dari sisi pertumbuhannya.

Pertumbuhan Ekuitas vs Pertumbuhan Penjualan

Hubungan antara pertumbuhan total ekuitas dengan pertumbuhan sales juga berbentuk kuadratik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Tahun 2007 ternyata terletak di daerah puncak garis parabola hubungan antara pertumbuhan total ekuitas dan pertumbuhan sales. Sedikit mengupas kondisi pasar, tahun 2007 dapat dikatakan sebagai flying high-nya IHSG yang mencapai rekor tertinggi pada level 2.745,90, dan year-on-year return hingga mencapai 52,1%. Tampaknya ada hubungan antara letak tahun 2007 di puncak garis parabola pada Gambar 4 dan sangat baiknya kinerja pasar pada saat itu. Riset lanjutan terhadap data ini mengungkapkan gambaran bahwa tahun 2007 juga terjadi ekspektasi yang berlebihan terhadap prospek pertumbuhan masa depan perusahaan-perusahaan.

Situasi tersebut sangat pas bila dihubungkan dengan konsekuensi logisnya yang menjadi kenyataan, yaitu pada tahun 2008 terjadi penurunan besar-besaran kinerja pasar perusahaan-perusahaan, dan menciptakan kerugian yang luar biasa bagi para investor.

Sektor Finansial

Kinerja bank umum di Indonesia berdasarkan pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga), kredit, dan NII (net interest income) ternyata menunjukkan pola yang hampir sama dengan kinerja komposit 82 emiten yang dianalisis oleh CAPITAL PRICE, yaitu dengan kinerja pertumbuhan sales dan profit komposit perusahaan, terutama bila dibandingkan antara pertumbuhan NII bank umum dengan pertumbuhan net income komposit perusahaan. NII bank umum pada tahun 2003 dan 2005 mengalami pertumbuhan yang negatif, demikian pula pertumbuhan net income komposit perusahaan. Pada tahun 2004 pertumbuhan NII bank umum mencapai nilai tertinggi, demikian pula pertumbuhan net income komposit perusahaan. Namun pada tahun 2007 NII bank umum mengalami penurunan pertumbuhan, sebaliknya net income komposit perusahaan mengalami lonjakan pertumbuhan. Kondisi ini memberikan gambaran kinerja sektor perbankan pada tahun 2007 tidak mengikuti kinerja sektor non finansial yang cemerlang.

Pada tahun 2006 terjadi penurunan pertumbuhan DPK dan penurunan pertumbuhan kredit yang disalurkan bank-bank, dan sepertinya memberikan dampak pada turunnya kinerja pertumbuhan perusahaan-perusahaan pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 terjadi peningkatan pertumbuhan DPK dan pertumbuhan kredit bank-bank, dan membawa dampak pada membaiknya kinerja pertumbuhan perusahaan-perusahaan.

Sementara itu total aset keseluruhan perusahaan pembiayaan sepanjang tahun 2006 dan 2007 juga terus bertumbuh, yaitu sebesar 12,81% dan 16,87%. Laba tahun berjalan perusahaan pembiayaan mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2006 (-10,04%), walau kemudian pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan positif sebesar 39,79%.

Menarik untuk juga dicermati adalah adanya perubahan portofolio investasi yang dikelola oleh dana pensiun. Pada tahun 2002 porsi portofolio investasi dana pensiun hingga hampir 70% dialokasikan ke dalam deposito, sisanya diinvestasikan ke dalam obligasi korporasi. Sejak diterbitkannya obligasi pemerintah (surat utang negara), porsi deposito semakin menurun. Pada tahun 2003 porsi deposito menjadi sekitar 56%, setelah itu sejak tahun 2004 berada di kisaran 30%. Seiring dengan penurunan porsi deposito, porsi obligasi korporasi dan obligasi pemerintah juga semakin meningkat, hingga masing-masing mencapai di atas 20%. Fenomena pergeseran alokasi investasi tersebut kembali mendukung trend semakin meningkatnya peran pasar modal sebagai wadah investasi bagi para investor.


Sumber: Bank Indonesia

Gambar 5. Pertumbuhan Tahunan Dana Pihak Ketiga, Kredit, dan Net Interest Income Bank Umum


Sumber: CAPITAL MARKET Trends 2008/2009

Gambar 6. Pertumbuhan Tahunan Penjualan dan Profitabilitas Komposit 82 Perusahaan


Penutup

Peralihan tahun 2008/2009 ditandai dengan memburuknya dampak krisis finansial dunia. BEI, sebagai bagian dari sistem pasar finansial yang semakin mengglobal, tidak imun terhadap krisis tersebut. Berdasarkan hasil riset yang telah dipaparkan dalam tulisan ini, koreksi 2008 memang perlu terjadi untuk mengembalikan BEI ke trajektori normal jangka panjangnya. Oleh karena itu, kami yakin bahwa prospek jangka panjang investasi saham di BEI akan kembali ke level normalnya, yaitu memberikan rata-rata return tahunan yang normal sebesar 15%-20%. Selamat berinvestasi saham di BEI dengan menggunakan horison investasi jangka panjang.


Oleh:
Roy Sembel, Guntur Tri Hariyanto, dan Perdana Wahyu Santosa

Learning Organization



Learning
dan learning organization seringkali disebut-sebut sebagai pembawa perubahan yang sukses. Studi-studi tentang inovasi menekankan pentingnya organizational memory dan proses knowledge-acqusition (Drew dan Smith, 1995; hal.5).

Learning organization didefinisikan sebagai kapasitas untuk beajar (learn) dan menghasilkan keluaran/hasil dari learning tersebut (Wilcoxon, 2002). Menurut Senge, learning organization memiliki orientasi humanis yang kuat, yaitu:

"people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning how to learn together (Senge 1990, p. 2)."

Learning organization secara sengaja menggunakan proses learning pada level individu, kelompok dan sistem untuk mentransformasikan organisasi ke arah jalan yang meningkatkan kepuasan stakeholder-nya (Dixon, 1994 dalam Wilcoxon, 2002).





















Gambar 12. Model organizational learning
Sumber: McElroy (2000)


Gambar 12 menggambarkan model organizational learning oleh Daniel Kim. Model ini dibentuk oleh dua learning cycles yang berbeda namun berhubungan, yaitu individual learning dan organizational learning. Model Kim ini mengkombinasikan dua learning cycle untuk menyampaikan pentingnya saling mempengaruhi antara keduanya jika learning pada masing-masing levelnya ingin terjadi. Individual learning diinformasikan organizational knowledge (mental models) dan sebaliknya, organizational knowledge dibentuk secara kolektif oleh individu-individu. Ide ini mirip pada model Knowledge Management (Gambar 11), terlihat pada proses knowledge organisasi, yang secara eksplisit menunjukan pengaruh dari learning oleh individu dan kelompok pada formulasi knowledge claim dalam produksi knowledge. Ketika dibandingkan dengan model Complex Adaptive System (Gambar 8), komponen-komponen model OADI/SMM oleh Kim(Kim, 1994) memiliki persamaan kira-kira seperti berikut:
+ observe (pengalaman konkrit)
+ assess (refleksi dari observasi)
+ design (bentuk konsep abstrak)
(McElroy, 2002; hal. 203)

Seperti pada model Kim (1994), McKee (1992) menghubungkan inovasi secara umum dengan organizational learning dan mengajukan tiga level proses learning:
Single loop learning terkait dengan inovasi produk yang incremental.
Double loop learning terkait dengan inovasi produk yang diskontinu.
Meta learning terkait dengan menginstitusionalkan inovasi dalam organisasi

Kemampuan untuk belajar, self-organize, dan beradaptasi merupakan elemen-elemen utama dari complexity theory. Dunia bisnis telah memasuki knowledge era dimana informasi merupakan kekuatan dan learning dengan cepat dan tangkas merupakan necessary condition jika ingin sukses. Keirman (2000) berargumen tentang hal ini seperti berikut:

Learning will become the only viable alternative to corporate extinction.

Namun sifat dan derajat kontribusi dari learning ini dipengaruhi oleh struktur, budaya, dan komunikasi dalam organisasi. Dengan demikian elemen utama untuk sukses sepertinya timbul menjadi beberapa hal dibawah ini :
Learning orientation
Shared vision
Open-mindedness
Inter-organizational knowledge sharing

Knowledge Management



Manajemen telah menjadi area penelitian yang menarik selama bertahun-tahun. Salah satu fokus penelitian dalam manajemen saat ini adalah apakah proses manajemen dapat adaptif dan self-organize.

Dari pendekatan knowledge management, manajemen dapat dikatakan didasari oleh pengumpulan dan transformasi knowledge menjadi produk dan jasa yang dapat dijual. Dengan demikian, majemen dari koleksi knowledge yang dimiliki oleh organisasi dan transformasinya menjadi sangat penting bagi kesuksesan organisasi (Dann dan Barclay, 2006).

Knowlegde management telah menjadi suatu kebutuhan strategis suatu perusahaan untuk tetap mempertahankan competitive advantage-nya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Snowden dan Stanbrid (2004), bahwa kebutuhan strategis bagi perusahaan atau organisasi akan knowledge management telah diterima oleh banyak pihak. Contohnya seperti semakin bertumbuhnya permintaan akan inovasi dan meningkatnya intensitas knowledge di banyak area bisnis. Sedangkan oleh McElroy (2000) dikatakan knowledge perusahaan atau sering disebut dengan istilah lain intellectual capital, intellectual property, knowledge assets, atau business intelligence, saat ini dilihat sebagai yang paling akhir dan satu-satunya sumber keunggulan kompetitif dalam bisnis yang berkelanjutan dan tidak dapat “ditiru”.





















Gambar 9. The knowledge lifecycle.
Sumber: McElroy (2000)


Gambar 9 merupakan model knowledge lifecycle. Model ini diciptakan oleh KM Standards Committee of Knowledge Management Consortium. Terdapat tiga tingkatan dasar dalam knowledge lifecycle: produksi knowledge, validasi knowledge, dan integrasi knowlegde. Jika diperhatikan terlihat kemiripan model ini dengan model CAS dalam hal role of feedback. Merupakan hal yang lazim juga bagi kedua model dalam hal intepretasi knowledge sebagai rules dan rule sets yang ada yang ditunjukkan disini dalam bentuk organizatioal knowledge. Sedangkan “knowledge claim” merupakan rule yang baru atau knowledge yang baru dalam tahap perkembangannya (formative) (McElroy, 2002; hal 202).

Dann dan Barclay (2006) membangun sebuah complexity representation model (CRM) untuk proses manajemen. Proses manajemen dalam hal ini lebih diartikan secara mendasar dan generik terkait dengan proses manajemen secara umum.
















Gambar 10. Proses-proses Complexity Representation Model (CRM)
Sumber: Dann dan Barclay (2006), hal. 23


Mereka menggambarkan CRM dengan mengelompokkan sifat-sifat complexity dalam proses manajemen. Dibawah ini adalah pengelompokkan sifat-sifat complexity dalam proses manajemen yang mereka lakukan:


Tabel 2. Sifat-sifat complexity berdasarkan kelompoknya






















Penciptaan, penyebaran, dan penggunaan knowledge dalam suatu organisasi tergantung oleh perubahan dari tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Nonaka dan Takuechi (1995) dalam Dann dan Barclay (2006) megajukan empat cara supaya hal tersebut dapat terjadi:
• Sosialisasi (tacit ke tacit)
• Eksternalisasi (tacit ke eksplisit)
• Internalisasi (eksplisit ke tacit)
• Kombinasi (eksplisit ke eksplisit)

Dalam hal knowledge gaps yaitu knowledge yang tidak diketahui dari yang perlu diketahui oeleh suatu organisasi, Koulopoulos (1997) dalam Dann dan barclay (2006) mengajukan proses evaluasi knowledge gaps dengan menggunakan “knowledge chain” yang terdiri dari:
Internal awareness yang membawa ke
Internal responsiveness
External awareness yang membawa ke
External responsiveness

Dalam organisasi terdapat critical knowledge functions, yaitu berdasarkan definisi Wiig (1995) merupakan domain kunci knowledge suatu organisasi. Sebagian hal tersebut diperoleh oleh organisasi melalui sistem formal, namun skala dan complexity dari proses akumulasi, konversi dan penyebaran knowledge menyebabkan critical knowlegde functions diperoleh mealui proses informal. Dengan demikian diperlukan adanya keseimbangan antara kebebasan dan kontrol dalam organisasi agar hal tersebut menjadi optimal.



















Gambar 11. Complexity Application Model
Sumber: Dann dan Barclay (2006), hal. 26


Complexity application model (CAM) menggunakan basis dari “alur” complexity theory, yaitu dari Organisai ke Evolusi, yang berinteraksi dengan sistem formal dan non-formal dan proses-proses dari organisasi. Dibawah ini dijelaskan fungsi-fungsi dari model CAM pada Gambar 11:

Aspek formal
Aspek formal merepresentasikan knowledge, proses, sistem dan prosedur organisasi yang formal yang terkait dengan kemampuan melihat dan memprediksi kejadian yang potensial terjadi melalui rencana dan sistem yang contingent. Dalam hal ini potensial “ketidakcocokan” dapat diprediksi dan kemampuan untuk mengatasi seharusnya dapat timbul dan dibangun kedalam sistem. Proses formal berlaku hingga terjadinya “ketidakcocokan” yang serius yang menuntut perubahan yang signifikan.

Aspek informal
Aspek informal merepresentasikan knowledge dan proses learning yang bersifat informal di organisasi, berhubungan dengan kejadian-kejadian yang tidak dapat dilihat melalui kemampuan orang-orang dan budaya yang terdapat dalam organisasi. Dalam hal ini “ketidakcocokan” tidak dapat dan didasari oleh proses learning, adaptasi dan evolusi dalam complexity theory. “Ketidakcocokan” minor dapat berhubungan dengan informal proses yang tanpa memerlukan perubahan dalam sistem formal. Ketika “ketidakcocokan” menjadi serius, hasil dari tindakan sistem informal dapat disatukan dengan proses formal.

Konfirmasi knowledge
Hal in memiliki dua dimensi. Jika kejadian-kejadian “cocok” dari yang dibutuhkan dan/atau dari yang diprediksi, maka knowledge yang telah ada valid dan dipertegas. Jika kejadian-kejadian menciptakan “ketidakcocokan”, maka knowledge yang baru dan lebih tepat harus disatukan, divalidasi dan dipertegas. Dalam kedua kasus new learning mungkin saja diserap.

Penyatuan proses learning
Hal ini juga memiliki dua dimensi. Baik pada kejadian yang ‘’cocok’’ maupun yang ‘’tidak cocok’’ proses learning yang baru dan lebih tepat dapat saja disatukan kedalam organisasi sebagaimana dibutuhkan untuk peningkatan.

Pengembangan organisasi
Dalam hal ini terdapat dua titik ekstrim. Jika proses bekerja berjalan dengan baik, maka knowledge organisasi menjadi dipertegas sebagai dasar yang benar (yaitu “cocok”). Minor perturbations terkait dengan sistem informal yang mampu mengatasinya. Jika proses formal tidak bekerja dengan baik (“tidak cocok”), maka proses learning dari proses informal dapat dibangun kedalam proses formal.

Complex Adaptive System (CAS) Model



Salah satu teori yang telah dibangun dalam complexity science adalah Complex Adaptive Systems (CAS). Terminologi ini pertama kali digunakan oleh Santa Fe Institute untuk menggambarkan suatu sistem yang dapat beradaptasi melalui proses yang disebut “self-adaptation” dan pemilihan dalam perilaku baru yang koheren, terstruktur serta terpola.

Gambar 8. memberikan suatu visualisasi yang sangat jelas tentang model CAS. Fakta-fakta menarik dari representasi complex living system adalah peran yang dimainkan oleh knowledge yang digambarkan oleh ”rule system”, dan ”rules” yang dihasilkan. Ketika sistem menemukan stimuli yang masuk dari lingkungannya (informasi, energi atau matter), sistem merespon dengan memanggil knowledge yang berhubungan dengan stimuli tersebut yang dimuat dalam set-set rules. Tindakan akan dilakukan, jika ada efek yang dihasilkan di dalam sistem itu sendiri atau di luar sistem itu, hasilnya akan dikembalikan (feed back) ke dalam sistem secara segera dan sebagai rekomendasi bagi masa depan. Rules atau knowlegde akan disegarkan kembali pada saat prosesnya. Feed back dan rules pada ilmu complexity mirip pada peran yang dimainkan oleh ”experiential feedback” dan ”organizational knowledge” sebagaimana yang muncul pada model Knowlege Management, lihat Gambar 11. (McElroy, 2000; hal 202)



















Gambar 8. Model Complex Adaptive Sytems (CAS)
Sumber: www.necsi.org


Ketika orang berusaha untuk menggambarkan tentang complex adaptive system (CAS), biasanya mereka memasukkan sifat-sifat seperti berikut:

• Agen-agen dengan schemata
Agen-agen saling berinteraksi satu sama lain dan merekonstruksi schemata (tujuan, asumsi, ekspektasi, nilai, dan kebiasaan) yang mengorganisasi hubungan mereka dalam tingkatan lokal. Mereka bersama-sama membentuk pengertian tentang dunia dan tentang satu sama lain, membentuk penilaian (judgements), fashion the future, dan menjaga hubungan mereka. Tindakan mereka merupakan reaksi dan intepretasi dari pengalaman mereka yang melibatkan konstruksi, merekonstruksi dan memodifikasi schemata mereka.

• Timbulnya pola perilaku global (emergence) dari relasi/hubungan
Sebagaimana agen-agen berinteraksi secara lokal, mengadaptasi satu sama lain, dan menciptakan variasi dan kompleksitas dalam schemata mereka, mereka mengkonstruksi pola perilaku yang koheren dan global yang saling berinteraksi. Pola perilaku yang koheren dan global tersebut dapat terlihat pada ritual-ritual, hubungan yang terstruktur, sistem komunikasi, kriteria umum dalam pengambilan keputusan (operating values), tujuan bersama, dan terakhir tentunya organisasi itu sendiri. Timbulnya pola perilaku global ini terjadi secara self-adaptation yang dapat terjadi dalam jangkuan dari terciptanya valuable innovation hingga terjadinya kecelakaan (accidents) yang tidak diharapkan. Kesalahpahaman dan kekeliruan menawarkan berbagai cara interaksi dan kesempatan untuk membentuk kembali schemata yang telah menjadi pola perilaku global, dimana hal ini memberikan kontribusi bagi perubahan yang kontinu bagi organisasi. Setiap saat anggota-anggota organisasi meneyelesaikan permasalahan secara individu dan bersama-sama melakukan self-organized, dan menciptakan keberagaman dalam sistem. Sistem akan mengalami kemunduran kecuali mengisi kembali dirinya dengan energi yang ditimbulkan dari hubungan di dalam dan di luar sistem dan inovasi dan kesalahan yang akan terjadi pada tahap selajutnya.

Coevolution at the edge of chaos
Complex Adaptive Systems (CAS) berada di daerah-daerah perbatasan di dekat the edge of chaos, daerah dimana komponen-komponen keteraturan mulai tidak berlaku lagi dan agen-agen dalam sistem melakukan co-evolve supaya dapat bertahan dan mengoptimalkan diri mereka dalam lingkungan yang sedang berubah. Agen-agen seringkali memiliki tujuan-tujuan yang saling bertentangan sehingga mereka membutuhkan adaptasi terhadap perilaku mereka masing-masing. CAS secara konstan menciptakan keberagaman dan memiliki resiko untuk mati ketika mereka bergerak dari kesetimbangannya. Seseorang tidak dapat memprediksi variasi mana yang akan menyebabkan pengaruh yang paling besar. Dalam CAS seringkali variasi kecil menyebabkan efek yang sangat besar, namun usaha besar-besaran memiliki efek yang kecil. Pola perilaku yang sederhana dapat bergabung untuk menciptakan kompleksitas dan keberagaman yang tinggi, dan emerging complexity dapat menciptakan banyak kemungkinan-kemungkinan dan banyak kemungkinan masa depan. Dalam CAS terdapat banyak perubahan-perubahan kecil namun jarang terjadi dan perubahan-perubahan besar terjadi secara tidak teratur.

• Evolusi sistem berdasarkan pada rekombinasi
Dalam setiap interaksinya agen-agen memainkan perannya didasarkan pada pola perilaku historis–berdasarkan schemata yang telah dibentuk sebelumnya–dengan sedikit atau banyak variasinya. Agen-agen mampu mengenali pola-pola perilakunya, mampu merasakan perbedaan, dan mampu memilih untuk merekonstruksi atau mengkonstruksi pola perilaku baru. Sehingga dapat dikatakan terdapat pola perilaku konsistensi walaupun berbeda. Sistem ini juga memiliki resilience, yaitu fleksibel dan terbuka untuk belajar (learning) supaya dapat bertahan dan konsisten dengan schemata-nya.

Tabel 1. dibawah ini memberikan perbandingan antara complex adaptive systems dengan sistem tradisional yang banyak dianut pada era sebelumnya, terutama pada era industri.

Tabel 1. Perbandingan sifat-sifat sistem organisasi

Thursday, July 16, 2009

Complexity Science

Seperti yang dikatakan oleh Kathlin K. Ray bahwa dunia saat ini lingkungan yang ada bersifat chaotic dan turbulens, oleh karenanya memerlukan cara pandang berbeda tentanga dinamika sistem yang saat ini sedang terjadi. Capra (1996) seperti disampaikan dalam Dann dan Barclay (2006) melakukan penelusuran terhadap pemikir-pemikir tentang dinamika system yang berbeda dari dinamika system yang reduksionis, berikut adalah hasil penelusuran tersebut:


  • A system is an integrated whole, whose properties cannot be reduced to the sum of its parts.
  • All phenomena are interrelated yet independent thus each system forms part of a larger system, yet each has its own individual proper-ties. This is the idea of systems being nested or arranged in a hierarchy.
  • Each system exhibits properties that do not exist at lower levels within the hierarchy. These are called ‘emergent properties’ e.g. life, consciousness
  • The observer influences the determination of the system boundary i.e. what is be described as part of the system and what is excluded and the purpose of the system thus making definition of the system and its constituent parts critical.
  • Systems are subject to feedback i.e. the influence of one element on another within the sys-tem. The nature of this feedback can vary either being positive (amplifying and providing ‘gain’ in the system) or be negative (declining, ‘damping’ of the system). This is so called ‘non-linear’ behaviour.


Setelah sekian lama berada dalam sudut pandang mekanistik telah muncul sudut pandang baru yang disebut sebagai complexity science, sering juga disebut teori complexity. Untuk mengerti tentang complexity, dalam hal ini akan digunakan pengertian yang diberikan oleh Zimmerman dkk, yaitu:

Complexity is “a description of the complex phenomena demonstrated in systems characterized by nonlinear interactive components, emergent phenomena, continuous and discontinuous change, and unpredictable outcomes. Complexity is usually understood in contrast to simple, linear and equilibrium-based systems.”

Complexity systems merupakan sistem yang hidup, dibangun dari model-model biologis yang merupakan sistem yang non-linier dan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Studi tentang complexity science sebenarnya ditujukan untuk memahami efek-efek yang tidak langsung. Masalah-masalah dalam sistem ini sulit untuk dipecahkan karena sulit untuk dimengerti yang disebabkan oleh sebab dan akibat yang tidak jelas hubungan antara keduanya. Pada system ini ketika kita memberikan perlakuan di tempat A, maka efeknya bisa saja di tempat F atau V, hal ini disebabkan ketergantungan bagian-bagian dalam system.

Complexity science berusaha untuk menggambarkan bagaimana suatu system yang kompleks, seperti organisasi, dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang sederhana. Perilaku seperti ini seperti yang terjadi pada tubuh manusia, milyaran sel-sel saling berinteraksi dan bekerjasama dan membentuk tubuh manusia sebagai unit tunggal. Demikian pula dalam organisasi, bermacam-macam individu membentuk divisi, divisi-divisi kemudian membentuk departemen, dan departemen-departemen membentuk organisasi secara keseluruhan. Kumpulan bagian-bagian menjadi suatu emergence, mekanisme ini disebut sebagai self-organization. Dalam system ini sulit untuk hanya melihat pada satu sel atau satu orang yang kemudian kita mengatakan akan ada interaksi dengan yang lainnya dan membentuk tubuh atau organisasi.

Sudut pandang complexity science menggunakan penyelidikan yang sistematis untuk membangun representasi realitas yang bersifat fuzzy, multivalent, multi-level dan multi-disciplinary. Sistem dapat dimengerti dengan melihat pola perilaku dalam complexity, pola perilaku yang menggambarkan potensial evolusi dari sistem tersebut. Deskripsi-deskripsi dalam sistem bersifat indeterminate dan komplementer, dan tergantung oleh pengamat. Transisi sistem lazimnya antara titik-titik kesetimbangan hingga adaptasi lingkungan dan self-organization; kontrol dan keteraturan bersifat emergent dibandingkan predetermined (Dooley, 1996; hal. 1).

Bar-Yam mengatakan sistem berpikir yang lebih sistematis untuk dapat mengerti perilaku kolektif dapat menggunakan konsep complexity profile, yang fokus perhatiannya pada skala dimana perilaku tertentu dari suatu sistem dapat terlihat oleh pengamat atau luasnya pengaruh perilaku tersebut pada lingkungannya. Definisi skala yang dimaksudkan dalam hal ini mempertimbangkan faktor-faktor luasnya ruang, lamanya waktu, momentum dan energi dari suatu perilaku. Biasanya perilaku-perilaku dalam skala yang lebih besar melibatkan koordinasi antara bagian-bagian sistem atau melibatkan energi yang yang lebih besar.

Complexity profile memperhitungkan jumlah perilaku-perilaku yang dapat diamati pada skala tertentu yang juga termasuk semua perilaku-perilaku yang ditempatkan pada skala tersebut atau skala yang lebih besar. Ketika suatu sistem dibentuk oleh bagian-bagian yang saling independen, perilakunya berada dalam skala yang kecil. Ketika suatu sistem yang dibentuk oleh bagian-bagian yang saling bergerak pada arah yang sama, perilakunya berada dalam skala yang paling besar. Ketika suatu sistem dibentuk oleh bagian-bagian yang perilakunya terkorelasi sebagian dan partially independent, maka ketika kita melihat sistem pada skala yang semakin baik kita akan melihat lebih banyak detail dari sistem itu. Hal ini merupakan karakteristik dari complex systems yang dibentuk oleh bagian-bagian yang terspesialisasi dan terkorelasi. Sistem seperti ini memiliki complexity profile yang menurun secara gardual dengan semakin besarnya skala.




























Gambar 4. Complexity profile

Sumber: Yaneer Bar-Yam, Complexity Rising: From Human Beings to Human Civilization, A Complexity Profile


Complexity profile manusia digambarkan oleh Bar-Yam dalam kurva smooth yang menurun disebabkan oleh terdapat berbagai macam skala dimana detail dari perilaku internal manusia dari bagian-bagian dapat terlihat. Seperti contohnya, pada skala atomik pergerakan sebuah atom dapat terlihat, namun hampir semua pergerakan tersebut tidak dapat terlihat pada skala cellular. Bar-Yam menyarankan bila melihat perilaku kolektif dari kelompok manusia, akan lebih baik menggunakan referensi pada nilai complexity profile pada skala manusia (human), yaitu Cindividual. Hal ini menggambarkan complexity dari pengaruh seorang manusia yang mungkin timbul terhadap manusia lainnya.


















Gambar 5. Complexity profile manusia

Sumber: Yaneer Bar-Yam, Complexity Rising: From Human Beings to Human Civilization, A Complexity Profile
















Gambar 6. Complexity profile manusia

Sumber: Yaneer Bar-Yam, Complexity Rising: From Human Beings to Human Civilization, A Complexity Profile


Perilaku suatu sistem, oleh Bar-Yam, digambarkan terhubung dengan environmental demands. Hubungan ini dibentuk dari proses seleksi terhadap sistem-sistem yang secara kontinu dapat bertahan dalam lingkungan. Bentuk hubungan tersebut terutama, yaitu complexity dari environmental demands harus lebih rendah dari perilaku sistem organisme yang kemungkinan besar akan bertahan. Lingkungan dari organisasi manusia secara sebagian dibentuk oleh organisasi manusia lainnya. Melalui kompetisi peningkatan complexity dari satu organisasi akan menyebabkan peningkatan complexity organisasi lainnya. Dengan demikian hal ini memberi kesan sepanjang waktu sepanjang waktu complexity dari organisasi-organisasi semakin meningkat hingga perilaku kolektif menjadi semakin kompleks daripada perilaku seorang individu manusia.





















Gambar 7. Karakteristik dari Complex Systems

Sumber: www.necsi.org