Wednesday, October 22, 2008

Ayo ke Bank?

Anda pernah melihat logo ini?






Kemungkinan besar Anda pernah melihatnya. Entah di bank, ATM, spanduk di jalan raya, mobil-mobil khusus, iklan di televisi atau tempat lain. Logo ini terkait dengan pencanangan gerakan edukasi nasabah bank oleh Bank Indonesia, secara resmi dicanangkan pada hari Minggu, 27 Januari 2008 di Lapangan Monumen Nasional[1]. Paling tidak ada dua tujuan atas digagasnya gerakan ini, yaitu (berdasarkan penjelasan Deputi Gubernur BI, Muliaman Hadad)[2]: 1) terciptanya masyarakat yang mampu mengelola keuangan dengan bijaksana sehingga meningkatkan kualitas hidup, 2) meningkatkan minat maupun pemahaman masyarakat pada produk dan jasa perbankan.

Sebelum membahas lebih lanjut, mari sejenak kita perhatikan topik permasalahan yang paling sering diungkap terkait dengan bank, yaitu tabungan. Bunga tabungan secara rata-rata yang diberikan oleh bank-bank terhadap nasabahnya berada di sekitar 2-4% per tahun. Nilai bunga ini belum mampu untuk menutupi inflasi yang secara rata-rata di Indonesia berkisar lebih dari 5% per tahun. Sehingga banyak orang yang berpikiran nilai uang yang ditabung justru semakin menurun daya belinya. Keberatan lainnya yang cukup banyak dibicarakan[3] adalah tingkat potongan yang dilakukan oleh bank terhadap dana tabungan masyarakat yang sering disebut biaya administrasi. Biaya administrasi nilainya bervariasi setiap bank, secara umum berada di sekitar Rp. 5.000 - Rp. 10.000 tiap bulan, jika disetahunkan nilainya menjadi Rp. 60.000 - Rp. 120.00. Walaupun tingkat biaya adminitrasi ini dapat ditutup dengan saldo minimal tertentu, namun bagi kebanyakan masyarakat Indonesia masih dirasakan cukup berat. Lebih-lebih saat ini masyarakat dibebani oleh kenaikan BBM dan menggilanya inflasi secara global.

Terkait dengan potongan biaya administrasi, bahkan Bank Indonesia dalam brosur kampanye Ayo ke Bank menuliskan[4]: "Jaga saldo tabungan Anda agar bunga yang diperoleh setiap bulanya lebih besar dari biaya administrasi bulanan sehingga tabungan anda tidak berkurang". Sudah menjadi rahasia umum bahwa bank menjadikan biaya administrasi tabungan sebagai fee-based income atau pendapatan bank yang bukan dari bunga. Persepsi yang timbul pada banyak masyarkat adalah tabungan di bank cenderung ditujukan bagi masyarakat dengan tingkat penghasilan tertentu, namun tidak berpihak pada masyarakat pada pengahasilan yang rendah, yang secara statistik merupakan sebagian besar masyarakat Indonesia.

Memang kita tidak bisa hanya melihat tabungan dari tingkat bunga dan potongan biaya administrasi, namun juga fungsinya. Berbagai hal kemudahan telah diciptakan menjadi kesatuan dalam tabungan tersebut, seperti untuk pembayaran berbagai tagihan rutin rumah tangga, transfer uang, transaksi bisnis, dan lain sebagainya. Terlebih saat ini layanan tabungan telah dilengkapi dengan ATM 24 jam dan tersebar di banyak tempat, SMS banking, mobile banking, internet banking, phone banking dan call center. Dengan berbagai fitur-fitur yang telah dikembangkan tabungan mampu memberikan kemudahan bagi penggunanya.

Selain tabungan, yang juga paling sering menjadi isu tentang bank di masyarakat adalah sulitnya memperoleh kredit, terutama bagi usaha kecil dan menengah. Berita terbaru terkait dengan hal ini adalah ketika sejumlah petani mengeluh kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang penerapan sistem pengambilan kredit di bank yang terkadang dinilai mempersulit para petani[5]. Persepsi yang timbul secara umum adalah banyaknya aturan yang memberatkan masyarakat ketika hendak mengambil kredit, dan masyarakat merasa bank-banak hanya memberikan pinjaman kepada pebisnis besar. Kasus lainnya yang cukup menarik dan masih hangat adalah masih enggannya bank-bank di Bireuen untuk memberikan kredit usaha rakyat (KUR) yang telah diprogramkan oleh pemerintah, yang diungkapkan oleh Ir. Bustami Hamid, Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Hortikultura Bireuen[6].

Demikian pula jika menengok kembali tulisan Prof. Mubiyarto yang berjudul "Mengapa Bank Sulit Memberdayakan Ekonomi Rakyat?", diterbitkan pada tahun 2004 di Jurnal Ekonomi Rakyat.[7] Ilustrasi yang menarik diungkapkan oleh Prof. Mubyarto adalah permohonan pinjaman Yulius Seran seorang penyandang cacat yang menjadi pedangan "rupa-rupa", hanya disetujui setengah dari permintaannya, walaupun Yulius adalah orang yang jujur dan patuh mengangsur kreditnya. Demikian pula Prof. Mubyarto memberikan ilustrasi tentang keengganan 2 bank yang ada di Melak (daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi) memberikan kredit kepada pengusaha-pengusaha, dengan ditunjukkannya data tidak seimbangnya peningkatan dana masyarakat yang disimpan dengan jumlah kredit yang diberikan.

Dari penjabaran tentang tabungan dan kredit tersebut, sebenarnya dapat mewakili fenomena yang timbul di masyarakat terkait dengan penggunaan produk dan jasa bank. Paling tidak, dari gambaran tersebut tercermin masih adanya gap yang cukup besar antara dunia perbankan dan masyarakat. Kiranya tujuan program Ayo ke Bank yang digagas Bank Indonesia menjadi sangat relevan.

Bank perlu mengedukasi masyarakat agar melek finansial

Bagi masyarakat dengan penghasilan tinggi, permasalahan melek finansial mungkin tidak terlalu besar. Namun sebaliknya, untuk masyarakat dengan penghasilan rendah, melek finansial menjadi permasalahan yang serius. Dari ilustrasi sebelumnya juga telah tergambarkan, seringkali yang mengalami permasalahan atas produk dan jasa perbankan adalah masyarakat dengan penghasilan rendah.

Dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan tinggi, masyarakat penghasilan rendah seringkali kurang memperoleh informasi yang relevan tentang akses terhadap bank dan kesempatan-kesempatan yang dapat dimanfaatkan demi membangun kesejahteraan keuangan. Ketika beralih kepada institusi keuangan lainnya, yang dihadapi adalah biaya yang lebih tinggi atas jasa yang diperoleh, seperti lembaga ijon yang terkenal digolongan petani di Indonesia.

Berikut ini disajikan data-data dari berbagai negara, mengapa melek finansial menjadi sangat penting[8]:

  • Sebuah survei di Australia menemukan 50% responden tidak dapat mengintepretasikan rekening bank.
  • Sebuah survei di Australia menemukan 30% dari siswa kelas 9 dan 26% siswa kelas 10 tidak dapat menghitung harga termurah saat berbelanja.
  • Sebuah survei di Inggris menemukan bahwa konsumen tidak aktif mencari informasi finansial. Informasi yang mereka terima diperoleh secara kebetulan, misalnya dengan mengambil brosur di bank atau berbicara dengan pegawai di bank.
  • Sebuah survei di Canada menemukan bahwa responden merasa memilih investasi yang tepat itu lebih stress daripada pergi ke dokter gigi.
  • Sebuah survei di Amerika menemukan 4 dari 10 karyawan tidak menabung untuk masa pension.

Melek finansial pada dasarnya adalah memahami uang, bank, kredit, investasi dan bagaimana menggunaka aset-aset keuangan untuk menciptakan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup. Melek finansial menjadi skill wajib yang harus dimiliki oleh setiap rumah tangga. Dengan kemampuan melek finansial rumah tangga dapat mengelola anggaran rumah tangga, membuat perencanaan tabungan, mengelola hutang, dan membuat keputusan investasi strategis yang baik. Dengan demikian rumah tangga memiliki keseimbangan dalam persepektif keuangan jangka pendek dan jangka panjang.

Edukasi melek keuangan dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh bank terhadap masyarakat yang masih belum melek finansial. Pelatihan-pelatihan dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan organisasi-organisasi yang ada dalam masyarakat, badan-badan pemerintah yang seringkali terlibat dalam pendidikan masyarkat baik formal maupun non-formal, dan perusahaan-perusahaan tempat masyarakat bekerja.

Agar tingkat keberhasilan yang diperoleh baik, maka pelatihan yang diberikan harus memperhatikan budaya dan kebutuhan masyarakat. Dalam mendisain kurikulum perlu menjawab kebutuhan mendasar masyarakat tentang skill finansial yang perlu dimiliki, demikian pula penyesuaian dengan budaya yang ada, sehingga tidak terjadi pertentangan antara tujuan pelatihan dengan budaya masyarakat.

Bank perlu memberikan pelayanan yang terjangkau dan rutin pada masyarakat berpenghasilan rendah

Masyarakat berpenghasilan rendah merupakan masyarakat dengan jumlah yang sangat besar dan memiliki potensi yang besar juga bagi bank. Masyarakat berpengasilan rendah seringkali tidak terjamah oleh bank, sehingga menjadi tergantung pada jasa keuangan yang terdekat mereka temui dari lokasi aktivitasnya. Apresiasi yang tinggi perlu diberikan pada bank-bank yang mau mendekatkan diri pada masyarakat penghasilan rendah seperti yang telah dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia sejak lama dengan membuka banyak cabang di berbagai pelosok daerah di nusantara, demikian pula pengembangan kredit mikro yang dilakukan Bank Danamon, dan salah satu contoh yang cukup unik adalah layanan kas terapung di Kalimantan Selatan oleh Bank BNI.

Untuk dapat menjamah masyarakat yang jauh lebih luas bank-bank dapat melakukan partnership dengan lembaga-lembaga yang berkembang di masyarakat yang dapat dipercaya. Layanan bank selain terjangkau letaknya juga perlu dilakukan secara terus-menerus, sehingga masyarakat memiliki akses yang mudah bagi kebutuhan keuangannya. Gerakan proaktif bank juga perlu ditingkatkan, misalnya dengan mencontoh pada keberhasilan Grameen Bank yang dimotori oleh peraih Nobel Muhammad Yunus, dengan mendatangi masyarakat berpenghasilan rendah dan memberikan pendidikan dan solusi finansial mereka.

Kondisi selama ini yang terjadi adalah masyarakat kurang mengetahui dan mengikuti inovasi pengembangan produk dan jasa perbankan, oleh karenanya perlu direncanakan suatu kegiatan-kegiatan yang aktif bagi bank untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Tentunya perlu juga keaktifan masyarakat untuk mengenali dan menggunakan produk dan jasa perbankan untuk kepentingan kesejahteraannya. Namun, sekali lagi, masyarakat yang aktif biasanya berhubungan linier dengan kecerdasannya. Oleh karenanya, mencerdaskan masyarakat secara finansial menjadi sangat penting bagi perkembangan perbankan itu sendiri dan perkembangan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Keterbukaan informasi, kejujuran pelayanan bank, dan melibatkan masyarakat secara aktif menjadi kunci utama bagi keberhasilan program "Ayo ke Bank".

Jadi, Ayo ke Bank agar semakin sejahtera dan meningkatnya kualitas hidup!.



[1] www.ayokebank.com, "Ayo ke Bank", Agar Masyarakat Melek Keuangan, tertanggal 29 Januari 2008.

[2] www.okezone.com, 2008, BI Canangkan "Ayo ke Bank", tertanggal 22 Januari 2008.

[3] Dapat diperhatikan pada koran-koran terutama pada kolom surat pembaca, atau pun dapat dilihat pada forum-forum di internet.

[4] www.bi.go.or.id, dapat dilihat pada bagian ‘EDUKASI PERBANKAN' dengan judul "Ayo ke Bank: Mengenal Tabungan"

[5] www.kompas.com, Petani Sulsel: Pak Wapres, Ambil Kredit Bank kok Sulit?, tertanggal 9 Agustus 2008.

[6] www.serambionlinenews.com, Kredit Masih Sulit Diperoleh di Bireuen, tertanggal 30 Juni 2008.

[7] www.ekonomirakyat.org

[8] www.youngbizindonesia.com

Tuesday, October 21, 2008

Menghindari Investasi Ilegal



Definisi investasi menurut Bodie et al. (2007) adalah: “An investment is the current commitment of money or other resources in the expectation of reaping future benefits.” Jika diterjemahkan secara bebas, investasi adalah komitmen saat ini akan uang atau sumber-sumber lain dengan ekspektasi memperoleh keuntungan di masa datang.

Paling tidak ada dua hal yang muncul dalam definisi tersebut, yaitu komitmen untuk mengalokasikan sebagian kekayaan investor dan ekspektasi akan memperoleh keuntungan di masa datang sebagai kompensasi atas komitmen tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana suatu investasi dapat menimbulkan komitmen dari seorang investor untuk mengalokasikan sebagian kekayaannya? Secara umum hal yang mendorong hal tersebut, sesuai dengan definisi Bodie et al. (2007) adalah ekspektasi akan keuntungan di masa datang.

Namun sayangnya dalam definisi tersebut tidak terungkap secara jelas bahwa didalam potensi keuntungan yang akan diperoleh tentunya terkandung suatu risiko. Dengan demikian komitmen yang diberikan juga termasuk komitmen untuk menanggung risiko yang terkandung dalam suatu investasi. Pertanyaan berikutnya adalah risiko dalam berinvestasi itu seperti apa?

Kamus Webster mendefinisikan risiko sebagai “exposing to danger or hazard” atau dengan kata lain merupakan keterbukaan akan terjadinya bahaya atau sesuatu hal yang buruk. Definisi ini memberikan persepsi bahwa risiko terkait dengan hal-hal yang negatif. Demikian pula secara umum jika seseorang ditanya kata-kata apa yang terkait dengan risiko, jawabannya akan berada disekitar hal-hal yang menggambarkan kondisi yang negatif. Dalam dunia keuangan dan investasi , risiko digambarkan dengan sesuatu hal yang berbeda dan lebih luas dari yang dipersepsikan secara umum. Hal ini tergambar seperti yang diungkapkan oleh Damodaran (2006) : “risk refers to the likelihood that we will receive a return on investment that is different from the return we expected to make”. Terjemahan bebasnya adalah risiko terkait dengan kemungkinan tingkat keuntungan yang diterima berbeda dari yang diekspektasikan.

Misalkan seseorang menginvestasikan uangnya sebesar Rp. 1.000.000 dengan ekspektasi tingkat keuntungan sebesar Rp. 200.000 dalam satu tahun kemudian . Dalam kenyataannya ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dengan investasinya, yaitu: 1) memperoleh tingkat keuntungan sesuai dengan ekspektasi , 2) memperoleh tingkat keuntungan lebih dari ekspektasi , 3) memperoleh tingkat keuntungan kurang dari ekspektasi, dan 4) kehilangan sebagian atau seluruh uang yang diinvestasikannya.

Dari ilustrasi ini menggambarkan bahwa risiko yang ditanggung oleh seorang investor adalah memperoleh tingkat keuntungan yang sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari yang diharapkan, dan tidak hanya itu juga ada risiko kehilangan sebagian atau seluruh dana yang diinvestasikannya. Jika ditambahkan dengan faktor waktu pada investasi yang dilakukan, tingkat keuntungan investasi yang diperoleh akan berfluktuasi. Hal ini sebenarnya juga merupakan karekteristik risiko dalam berinvestasi.

Dalam beberapa waktu terakhir ini mencuat istilah investasi illegal. Istilah ini sebenarnya ditujukan bagi upaya penghimpunan dana masyarakat yang berkedok pengelolaan investasi dan mengakibatkan hilangnya dana himpunan masyarakat miliaran bahkan triliuan rupiah. Masih segar dalam ingatan kita beberapa kasus yang pernah mencuat ke permukaan adalah Q-SAR, IBIS, Wahana Bersama Globalindo, Sarana Perdana Indoglobal dan Gamasmart Karya Utama.

Bentuk produk yang biasa ditawarkan oleh investasi-investasi illegal yang pernah terdeteksi paling tidak ada empat (www.waspada–investasi.bapepam.go.id). Pertama, fixed income product, yaitu produk investasi yang menjamin investor untuk memperoleh pendapatan yang tetap tiap waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. Kedua, simpanan yang menyerupai produk perbankan (tabungan atau deposito). Ketiga, penyertaan modal investasi, yaitu dana yang terkumpul dari masyarakat akan ditempatkan pada instrument-instrumen keuangan atau sektor riil. Keempat, program investasi online melalui internet yang memberikan janji akan pengembalian dana investasi secara rutin.

Dalam praktik investasi memang kita mengenal suatu mekanisme pengumpulan dana individu maupun kelompok masyrakat oleh suatu badan untuk dikelola secara professional, salah satu bentuk yang sudah dikenal adalah Reksadana. Hal yang menarik dari timbulnya fenomena investasi illegal adalah kegiatan-kegiatan yang memilintir prinsip dan filosofi investasi yang sehat sehingga banyak masyarakat yang tertipu dan dananya tidak kembali. Hal yang dapat dicatat yang menjadi karakter paling utama adalah tingkat imbal hasil keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi bahkan jika dibandingkan dengan produk-produk investasi yang telah dikenal dan disahkan, seperti investasi di pasar modal. Dan seringkali dijanjikan akan diberikan dalam nilai yang tetap tiap waktunya, misalnya tiap bulan atau tiap tahun.

Mari coba kita hitung-hitung berapa tingkat pengembalian atau keuntungan yang diperoleh jika berinvestasi di pasar modal BEJ (Bursa Efek Jakarta). Pada tahun 1997, IHSG (indeks harga saham gabungan) berada di level 700-an. Tahun ini, 2007, IHSG berada dilevel mendekati angka 2700-an. Secara kasar maka tingkat pengembalian investasi di pasar modal BEJ adalah sekitar 285% selama 10 tahun atau 28,5% per tahun atau 2,4% per bulan. Perlu juga diingat bahwa tingkat pengembalian tersebut tidak tiap tahun atau tiap bulan selalu positif, apalagi jika kita ingat pada tahun 1998 IHSG pernah jatuh hingga ke level 400-an.

Bagaimana caranya bagi kita untuk dapat terhindar dari prakti-praktik seperti investasi illegal? Tentunya hal yang paling pertama perlu diselidiki adalah perizinan usahanya terlebih dahulu. Saat ini paling tidak ada beberapa jenis izin usaha untuk melakukan penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi, diantaranya adalah Bank, Manajer Investasi, dan Pialang Perdagangan Berjangka (Pialang Berjangka). Bagi masyarakat yang ingin mengetahui apakah suatu perusahaan telah diberi izin oleh otoritas untuk melakukan penghimpunan dan pengelolaan investasi dapat mengakses beberapa website, yaitu: www.bi.go.id merupakan website Bank Indonesia yang memberikan izin bagi Bank, www.bapepam.go.id merupakan website Bapepam LK yang member izin bagi Manajer Investasi, dan www.bappebti.go.id merupakan website Bappebti yang member izin bagi Pialang Berjangka. Hal lain yang juga sangat penting adalah mencari tahu tentang bagaimana caranya suatu perusahaan pengelola dana beroperasi untuk menghasilkan uang untuk kita. Jangan mudah tertipu bahwa perusahaan tersebut memiliki mekanisme tertentu dengan mudah untuk menghasilkan uang atau bahkan memiliki “mesin uang”.

Sebenarnya, paling tidak ada dua hal yang dapat digunakan untuk menyaring tawaran-tawaran investasi yang datang dan dapat menyelamatkan dana kita dari kemungkinan investasi yang akan merugikan. Hal yang pertama adalah apakah informasi investasi yang ditawarkan dimengerti seluk beluknya oleh kita. Jika informasi investasinya tidak dimengerti maka tidak perlu memaksakan diri untuk ikut berinvestasi walaupun tingkat keuntungan yang ditawarkan menggiurkan. Hal yang kedua adalah apakah manajemen atau pengelola dana investasi tersebut dapat dipercaya. Cari informasi dan referensi selengkap mungkin tentang mereka yang bertanggung jawab sehingga kita dapat dengan nyaman menaruh dana di investasi tersebut. Tidak perlu terburu-buru untuk melakukan investasi jika informasi dan referensi yang diperoleh belum dirasakan layak untuk membuat keputusan. Tidak perlu takut akan kehilangan kesempatan investasi, di Indonesia ada begitu banyak kesempatan berinvestasi yang menguntungkan. Kedua hal ini terkait sekali dengan kemampuan kita dalam mengenali dan mengendalikan diri sendiri sehingga tidak terjebak pada emosi dan nafsu yang menggebu untuk memperoleh keuntungan besar dengan sangat mudah.